Gara-gara Memuji Gatot Nurmantyo

DENGAN judul "Saat Jaya Suprana Memuji Gatot Nurmantyo", Kompas.com 26 April 2018 memberitakan bahwa pendiri Museum Rekor Indonesia Jaya Suprana mengaku terkesan dengan sosok mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.


Berdasarkan penuturannya pada 2015 silam, Gatot mengaku pernah ditawari sejumlah uang  untuk membantu meloloskan izin impor beras. Namun, Gatot menolak. "Saya tahu benar beliau ditawari sejumlah uang," kata Jaya Suprana, saat menjadi pembicara dalam acara Urun Rembug Kebangsaan di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Rabu (25/8/2018).

"Kalau saya, pasti saya ambil, tetapi beliau tidak dan tetap pada prinsipnya bahwa Indonesia harus swasembada beras," ucap Jaya Suprana.  Menurut Jaya Suprana, sikap Gatot itu memberi harapan kepada masyarakat Indonesia yang membutuhkan contoh keteladanan.  

LUCU-LUCU

Ternyata berita tersebut memicu aneka komentar lucu-lucu. Antara lain  ada yang bilang "Si gendut lagi carmuk". Saya tidak keberatan disebut "Si gendut" sebab fakta memang sementara ini saya masih gendut. Namun saya keberatan atas istilah "carmuk" alias cari muka. Buat apa saya susah-susah mencari muka sebab muka saya sudah selalu saya temukan di bagian depan kepala saya sendiri?

Sementara komentar "Jaya Suprana cari panggung sendiri seperti biasanya numpang tenar pada orang lain" jelas fitnah sebab saya sama sekali tidak merasa diri saya tenar apalagi sampai repot numpang tenar orang lain. Ketika memuji Gatot Nurmantyo itu, saya juga tidak perlu repot cari panggung sebab panggung sudah disediakan Nusantara Foundation dan Perpustakaan Nasional yang mengundang saya untuk menjadi pembicara pada suatu forum diskusi kebangsaan.

JOROK
Menurut para sahabat saya yang mengerti hukum seperti Prof. Mahfud MD atau Menhukham Dr. Yasonna Laoly, komentar "Kok sekarang jadi suka jilatin pantat begini" masuk kategori kata-kata jorok yang bisa diseret ke ranah hukum atas dugaan pencemaran nama baik. Namun saya tidak sudi merendahkan diri untuk menanggapi kata-kata jorok meski nama sang pembuat kata-kata jorok itu saya simpan baik-baik untuk nanti digunakan pada saat dibutuhkan.

Sementara komentar "Emang punya hak memberi ijin impor beras?" juga mubazir ditanggapi sebab cuma pura-pura tanya sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan. Namun komentar "Jangan percaya kelirumolog" sangat benar sebab yang layak dipercaya di alam semesta ini hanya Tuhan Yang Maha Esa.

MENGHINA BANGSA
Komentar "Pola muja muji balon sarat dengan pamrih, terpujilah yang dengan jujur memuji orang yang jelas-jelas terbukti telah bekerja dgn benar dan bersih. Masalah hasilnya butuh waktu. jangan lupa sejarah bangsa kita bisa dijajah 300 tahunan gara-gara sikap dan sifat munafik dan khianatnya" juga tidak layak ditanggapi akibat tata bahasa dan alur logika "semau gue" kacau balau dengan pernyataan-pernyataan saling kontradiktif berbenturan satu dengan lainnya sambil terkesan menghina sikap dan sifat bangsa Indonesia! Maka nama penghina bangsa Indonesia ini juga saya catat untuk nanti digunakan apabila dibutuhkan sebagai bukti oleh para penegak hukum.

Komentar "Abis DKI lanjut skala nasional, mungkin beliau bentar lagi dapet hidayah”  sulit dimengerti sebab pada kenyataan saya yang tidak punya ambisi jabatan kepemerintahan ini tidak pernah menjadi penguasa DKI. Maka tidak jelas apa yang dimaksud dengan "Abis DKI lanjut skala nasional" mau pun "Mungkin beliau bentar lagi dapet hidayah". Namun terus terang saya GR merasa tersanjung sebab disebut "beliau".

BAHAGIA MEMUJI

Mengherankan ketika pada masa Pilpres 2014 saya bukan memuji atau mendukung namun bahkan meyakini bahwa Ir. Joko Widodo pasti akan menjadi presiden Indonesia, tidak ada yang komentar bahwa saya carmuk, pola muja-muji, pamrih, jilat pantat demi dapet hidayah.

Secuil pun saya tidak punya pamrih hidayah atau ambisi jabatan lurah, camat, bupati, walikota, gubernur, dirjen, menteri, dubes atau jabatan politik apa pun sebab saya memang bukan seorang pemain politik namun hanya seorang rakyat biasa yang sedang menunggu saat akhir hayat dikandung badan saya sendiri sambil memuji para putera-puteri terbaik Indonesia yang memang layak dipuji sebagai para pemimpin bangsa dan negara Indonesia yang saya cintai ini.

Maka dengan penuh kerendahan hati saya memohon mereka yang tidak suka saya memuji Gatot Nurmantyo berkenan memaafkan si gendut atau si balon tua bangka bau tanah ini  memang apa boleh buat lebih merasa bahagia memuji ketimbang menghujat sesama manusia. [***]



Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan