Kerek Ekspor Sepatu- Industri Berharap Pada Pasar Eropa

RMOLBanten. Pengusaha sepatu dalam negeri mendorong pemerintah segera menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas dengan Eropa. Hal ini untuk mendongkrak daya saing produk dan ekspor.


"Tanpa FTA (Free Trade Agreement) kita dikenakan bea masuk ekspor 11 persen," ujarnya di Jakarta.

Menurut dia, perjanjian perda­gangan bebas akan meningkatkan daya saing industri di Indonesia, khususnya alas kaki di pasar global. Perjanjian perdagangan bebas juga bakal berpengaruh pada harga sepatu asal Indonesia yang masuk ke negara lain.

"Tanpa perjanjian perdagangan alas kaki Indonesia akan lebih mahal dibandingkan produk alas kaki dari negara eksportir lain­nya," terang Budiarto.

Dia membandingkan Indonesia dengan Vietnam. Negeri Komunis itu sudah menandatangani FTA dengan Eropa walau belum di­implementasikan karena belum efektif, namum hal itu mempengaruhi para pembeli dari luar.

"Ada pemain selain Indonesia. Pembeli sensitif pada harga, beda 20 sen saja mereka bisa kabur. Vietnam secara trade agreement lebih maju. Dengan Uni Eropa mereka sudah kerja sama,"  katanya.

Menurut Budiarto, Uni Eropa termasuk pasar utama produk alas kaki Indonesia. 31 persen ekspor alas kaki Indonesia ada­lah ke Eropa.

Selain itu, industri alas kaki dalam negeri perlu terus meningkatkan produktivitas mengingat nilai ekspor Indonesia yang masih kalah jauh dari China dan Viet­nam.

"Nilai ekspor alas kaki China di 2017 mencapai 44, 886 miliar Euro. Sedangkan nilai ekspor alas kaki Vietnam menembus angka 15,347 miliar Euro," katanya.

Menurutnya, potensi industri alas kaki di Indonesia masih sangat besar. Apalagi didukung dengan minat investor untuk menanamkan modal di sektor ini cukup tinggi.

"Dalam dua tahun terakhir in­vestasi baru masuk di Jawa Tengah, sebagian di Jawa Timur. Ada 13 perusahaan besar. Itu (investasi) yang baru atau dia ekspansi atau buka pabrik lagi," tandasnya.

Data Aprisindo, kinerja ekspor alas kaki Indonesia terus menun­jukkan peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ekspor alas kaki Indonesia pada 2017 yang mencapai 4,526 miliar Euro. Angka ini naik dari nilai ekspor tahun sebelumnya sebe­sar 4,192 miliar Euro.

Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko mengatakan, peningkatan ekspor alas kaki Indonesia terjadi sejak 2013. Pada tahun itu ekspor alas kaki Indonesia bernilai 2,906 miliar Euro, naik di 2014 menjadi 3,091 miliar Euro, dan 2015 pun naik ke 4,060 miliar Euro.

"Ini membawa Indonesia untuk di Asia Pasifik men­jadi eksportir alas kaki nomor 3 setelah China dan Vietnam," ungkap Eddy.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Per­industrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih mengatakan, pe­merintah akan terus mendorong pertumbuhan industri alas kaki Indonesia.

"Ekspor yang tinggi menunjukkan bahwa industri kulit, barang jadi kulit dan alas kaki Indonesia memiliki kekua­tan daya saing di atas rata-rata dunia," ujarnya.

Berdasarkan data Kemen­perin, sebaran IKM alas kaki di Indonesia mencapai 32.562 dengan tenaga kerja sebanyak 113.907 orang. Secara makro, dalam periode 2012-2016 terjadi peningkatan signifikan terhadap konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap alas kaki yang semula hanya 1,8 pasang menjadi 3,3 pasang per tahun.

"Melihat potret pasar saat ini, artinya rata-rata kebutuhan sepatu orang indonesia lebih dari tiga pasang per tahun. Dan di masa datang konsumsi alas kaki akan semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan tingkat daya beli," jelas Gati.

Dia mengatakan, secara makro pertumbuhan industri kulit, ba­rang jadi kulit dan alas kaki berada di atas rata-rata pertum­buhan ekonomi nasional. Sektor ini tumbuh sebesar 8,51 persen di tahun 2016. Dilihat dari kontribusinya, sektor ini telah menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 1,56 persen pada tahun 2016 dari sektor nonmigas. [RM]