Produk Tembakau Alternatif Bakal Kurangi Jumlah Perokok

. Sebagai negara dengan jumlah perokok terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki tantangan besar untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Dewan Penasihat Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) yang juga peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Dr. Erman Aminullah berpendapat bahwa pemanfaatan inovasi teknologi pada produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu solusi untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia.


"Pengembangan teknologi yang terdapat dalam produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dapat mengubah proses pembakaran tembakau menjadi pemanasan. Dengan berubahnya proses tersebut maka tar sebagai senyawa paling berbahaya pada rokok dapat dieliminasi, sehingga risiko kesehatannya menjadi lebih rendah. Dalam perspektif teknologi disruptif kemampuan untuk menurunkan tingkat risiko ini dapat berpotensi mengubah pola kecenderungan konsumsi perokok yang memutuskan untuk tetap merokok agar mendapatkan produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko," paparnya kepada wartawan, Kamis (9/8).

Menurut Prof. Erman, hasil pengembangan teknologi produk tembakau alternatif dapat memberikan pilihan lain bagi perokok yang tidak dapat berhenti. Namun, layaknya inovasi teknologi, penerimaan terhadap produk masih menghadapi berbagai hambatan, misalnya penerimaan dalam kehidupan sehari-hari perokok yang terbiasa dengan rokok konvensional dan belum memahami perbedaannya.

"Namun demikian, dilihat dari sudut pandang teknologi disruptif, meskipun rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar masih memiliki berbagai tantangan namun melihat karekteristik perokok yang sudah masuk ke ranah technology minded maka seharusnya perkembangannya bisa lebih signifikan," jelasnya.

Keyakinan itu diperkuat beberapa contoh kesuksesan dan keberhasilan inovasi teknologi di Indonesia, seperti inovasi moda transportasi dari konvensional menjadi online yang pada awalnya sulit diterima berbagai pihak kini berkembang dengan pesat.

"Sepanjang didukung dengan bukti ilmiah dan penelitian yang kredibel serta meningkatnya pemahaman perokok atas produk tembakau alternatif yang menggunakan teknologi, maka hanya tinggal waktu para perokok akan beralih ke produk tersebut," ujar Prof. Erman.

Potensi atas produk tembakau alternatif pun mulai disadari pemerintah dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Tembakau pada 1 Juli 2018. Melalui kebijakan itu, produk tembakau alternatif dikatagorikan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang mencakup rokok elektrik atau vape, ekstrak tembakau seperti pada produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar, molase tembakau, tembakau hirup, dan tembakau kunyah.

"Dengan diberlakukannya aturan tersebut, artinya pemerintah memang melihat potensi produk tembakau alternatif baik dari sisi ekonomi maupun teknologi di Indonesia. Lebih lanjut dengan adanya inovasi yang mendisrupsi sekaligus memberikan pilihan baru bagi perokok maka Pemerintah dituntut mampu mengelola dengan merumuskan kebijakan yang bersifat dinamis dan adaptif agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaanya ke depan," demikian Prof. Erman. [wah]