Andi Arief Yang Saya Kenal...

NAMA Andi Arief dua hari ini mewarnai pemberitaan dan jagat media sosial. Polisi menyebutnya terkait penggunaan sabu. Tapi tak ditemukan barang bukti.


Di sekolah Andi sangat menonjol. Dia aktif, dan disayang para guru. Dan ayah dua anak ini juga pandai menjaga silaturahim dengan para guru. Jika ada guru yang sakit, atau punya kebutuhan tertentu, Andi tak tinggal diam. Selalu begitu. "Di, Bu Sangun sakit kanker. Tolong lu ikut bantu ya," ujarnya suatu ketika. Saya lantas menggalang teman-teman untuk membesuk Bu Sangun, guru matematika kami di SMA. Kini Bu Sangun sudah tiada.

Semua guru memang menyayangi Andi. Sebab Andi mengerti cara menyayangi guru. Dia kerap melakukan kebaikan, yang barangkali dianggap sepele. Saat menjadi Staf Khusus Presiden [2009 - 2014], misalnya, Andi mengirim undangan ke para guru SMA 2 Tanjungkarang untuk ikut upacara 17 Agustus di istana. Dan dia juga membelikan tiket pesawat, plus jaminan akomodasi. Saya termasuk yang acap diminta ikut membantunya.

Saya dan Andi juga sempat satu kampus di Universitas Gadjah Mada. Tempat kos kami di Klebengan Yogyakarta hanya terpisah beberapa rumah. Saya di Blok D/16A, dia di Blok F/9. Karena tak pernah mendapat kiriman wesel [maklum, Mamak hanya seorang janda yang tak bekerja], Andi menjadi salah satu tempat untuk bergantung. Dia murah hati, selalu berbagi.

Karena tak punya uang, saya cuma dua tahun di UGM. Saya pindah ke Bandung untuk sekolah di salah satu kampus ikatan dinas. Andi tetap di Yogya, dan kemudian menjadi sangat terkenal karena aktivitas politiknya dalam menentang Soeharto. Dia pentolan Partai Rakyat Demokratik yang ditakuti Rejim Orde Baru.

Ada hal menonjol pada Andi Arief: rasa setia kawan. Semua kawan yang minta bantuan, selama itu dimungkinkan, pasti dia lakukan. Juga saat saya dijebloskan ke Penjara Cipinang dalam kasus Obor Rakyat.

Andi adalah orang pertama yang datang, dan memastikan semuanya baik-baik saja. Menjelang Idul Fitri, Andi bilang akan mengirim uang ke istri saya. "Biar keluarga lu tetap gembira, bisa Lebaran," ujarnya. Keesokan harinya istri saya bilang mendapat kiriman Rp20 juta. Padahal saya tahu Andi tak punya uang. Saat saya di penjara Andi beberapa kali mengirim uang. Termasuk ketika saya terpaksa menjalani perawatan di rumah sakit.

Kebaikan Andi tak hanya pada kawan. Bahkan dia peduli pada 'musuh-musuhnya'. Suatu ketika seorang politikus yang kerap menyerangnya sakit parah. Sang politikus dirawat di Elizabeth Hospital, Singapura. Andi meminta saya untuk menggalang dana. Saat itu saya berhasil mengumpulkan Rp150 juta dari banyak kawan, yang kemudian ditransfer ke rekening BCA istri sang politikus via internetbanking.

Ada juga pengalaman lain. Suatu malam Andi menelpon saya. Dia bilang si Anu, bekas aktivis terkemuka, masuk IGD Rumah Sakit Sint Carolus karena usus buntu. Harus segera dilakukan operasi. Tapi kawan itu sama sekali tak mengantongi uang. Andi meminta saya membantu. Saya pun segera meluncur ke rumah sakit, memastikan operasi bisa dilakukan.

Begitulah. Sikap Andi itu tak sekali dua. Itu memang karakternya.

Apakah berarti Andi kaya? Sama sekali tidak. Dia satu-satunya bekas Staf Khusus Presiden yang kini tak punya rumah. Rumahnya di Lampung bahkan dia jual, untuk aktivitas politik dan [setahu saya] untuk eksplorasi situs kuno Gunung Padang. Saya berulang-kali mengingatkannya. Sebab hingga kini dia masih mengontrak rumah kecil di kawasan Kemandoran, Jakarta. "Kawan kita masih banyak yang tinggal di jalanan. Lagi pula kita tak perlu mewariskan rumah ke anak-anak. Begitu ajaran orang tua kita dulu," ujarnya.

Papi Arief Makhya, orang tua Andi, memang mendidiknya dengan baik. Papi tokoh Nahdlatul Ulama di Lampung yang disegani. Hingga kini Papi mengurus Al Furqon, masjid paling keren di Lampung.

Tita-tiba kemarin saya mendapat berita buruk itu. Saya menghentikan kegiatan. Duduk terdiam. Telpon seluler saya berulang kali berdering, banyak kawan menanyakan informasi tentang Andi. Dan semalam saya tak bisa tidur. Hingga sekarang saya menuliskan status ini, sambil menangis.

Doa terbaik untuk Andi…

Setiyardi
Penulis adalah wartawan senior