Politik Bukan Kita

BOS Pabrik Polling Denny JA salah lagi. Konten esai "Putih Adalah Kita" cacat fakta. Misalnya, Denny JA menyatakan "Isaac Newton mengembangkan teori soal warna".


Denny JA menulis "putih" adalah hasil ketika semua warna bercampur. "Hitam" itu warna ketika semua warna tidak hadir satupun.

Yang benar adalah ketika Sir Isaac Newton membiaskan (refracted) "Cahaya Putih" dengan sebuah prisma bening maka muncul berbagai spektrum cahaya warna-warni. Ada tujuh spektrum cahaya; the spectrum red, orange, yellow, green, blue, indigo dan violet.

Satu spektrum cahaya menghasilkan satu warna. Pink, purple, magenta dihasilkan dari proses mixing multiple wavelengths.

Jadi salah total bila mengatakan "Warna Putih" adalah hasil mixture banyak warna. Justru bila semua warna dicampur, maka "Warna Hitam" adalah hasilnya.

Dengan kata lain, "Warna Hitam" adalah kombinasi semua warna dengan proporsi seimbang. Jadi entah ilmu apa yang dimaksud Denny JA saat menulis, "Apalagi berdasarkan ilmu, warna putih itu kombinasi semua warna".

Dari "Cahaya Putih" semua fragmentasi terbentuk. Perpecahan warna direfraksi dari White Light.

Mirip kondisi sekarang. Semua fragmentasi dan primordialisme kelompok masyarakat menguat setelah Jokowi-Ahok berkuasa. Ethno-religius, liberal, syiah, Lia Eden, fanatik-dungu-ebong, hedonis, leftist, dan sebagainya.

"Bhineka Tunggal Ika" identik dengan warna hitam. Ketika semua warna manunggal menjadi satu warna.

Jika klaim Denny JA benar seputar 80 persen pemilih minoritas mendukung Paslon Ko-Ruf No 1 maka itu sukses program injected islamophobia.

Jika fragmentasi diteruskan, Persatuan Indonesia dalam bahaya. The Divided Society merusak harmoni. Sudah semestinya Indonesia punya presiden baru. Mayoritas mengayomi dan minoritas tau diri.[***]



Penulis merupakan kolumnis, aktivis Komunitas Tionghoa Antikorupsi. Artikel ini tayang di Kantor Berita Politik RMOL