Mencegah Kelahiran Bayi Stunting Dengan Solusi Praktis

Langkah menekan angka bayi stunting di berbagai daerah, yakni melakukan antisipasi melalui program terpadu dengan melibatkan stakeholder terkait.


Artinya angka itu berada di level merah alias tinggi dari total angka kelahiran bayi yang ada. Namun, setelah di breakdown ke bawah sesuai angka riilnya jauh berkurang dibanding data riskesdas Pemprop Jatim. Terbukti hanya 502 bayi stunting atau berkisar 20 persen dari jumlah total 2.459 bayi dari 6 desa di wilayah UPT Teguhan.

"Alhamdulilah setelah kita terjun kebawah mendata secara langsung posisinya masih hijau tidak sampai pada angka 25 persen. Meski demikian kita melakukan langkah terpadu melakukan pencegahan dini jangan sampai angka kelahiran bayi stunting meningkat,” terang Dr Arvika Rastra dikutip Kantor Berita , Selasa (21/5).

Disebutkan, keberadaan UPT Puskesmas Teguhan menjadi bagian 5 besar jumlah bayi stunting dari 24 UPT Puskesmas se-Kabupaten Ngawi. Untuk itu kewaspadaan dini harus ditingkatkan termasuk melalui program Peduli Bulan Timbang yang digelar 3 kali selama setahun.

Namun, yang lebih efektif lagi dalam pencegahaannya melalui pemberian tablet tambah darah pada remaja putri dengan sasaran siswi baik di tingkat SLTP Maupun SLTA sederajat.

"Faktor kelahiran bayi stunting didominasi dari anemia. Dan insyaallah habis lebaran kita akan kerjasama dengan Dinas Pendidikan dengan memberikan tablet tambah darah itu tadi secara serentak dan meminumnya serentak juga dalam hari tertentu yang sudah dijadwalkan,” ungkapnya.

Ditambahkan Dr Arvika, bayi stunting dapat terjadi bila calon ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi. Wanita yang kekurangan berat badan atau anemia selama masa kehamilan lebih mungkin memiliki anak stunting,bahkan berisiko menjadi kondisi stunting yang akan terjadi secara turun-temurun.

Kondisi tersebut bisa diperburuk lagi bila asupan gizi untuk bayi kurang memadai, misalnya bayi diberikan air putih atau teh sebelum berusia enam bulan, karena pada usia ini bayi seharusnya diberikan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif maupun susu formula sebagai penggantinya. Tidak hanya itu, gizi buruk yang dialami ibu selama menyusui juga dapat mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi terhambat.

"Ke depanya dikonsentrasikan pada perbaikan gizi pada anak. Termasuk saat ini kita memantau terhadap dua anak yang usianya dibawah satu tahun mengalami gizi buruk. Dalam waktu dekat akan kita usahakan untuk memperoleh fasilitas kesehatan seperti BPJS,” tuntas Dr Arvika Rastra.

Data Global Nutrition Report 2016 mencatat jumlah balita stunting sebanyak 36,4 persen dari seluruh balita di Indonesia.

Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Umumnya bagi seorang anak yang mengalami kurang gizi kronis, proporsi tubuh akan tampak normal, namun kenyataannya lebih pendek dari tinggi badan normal untuk anak-anak seusianya.[pr/aji