Karet Gelang

TIT-for-tat juga. Akhirnya. Perusahaan dibalas dengan perusahaan. Blacklist dibalas blacklist. Jumat lalu adalah 'hari keramat' di Tiongkok. Hari itu pemerintah mengumumkan: akan mem-blacklist perusahaan asing yang tidak bisa diandalkan.


Blacklist untuk Huawei itu sangat luas: pemerintah dilarang membeli barang Huawei. Swasta dilarang kerjasama dengan Huawei. Sekutu Amerika pun dilarang membeli peralatan Huawei.

Kriteria 'tidak bisa diandalkan' itu tentu ibarat karet gelang: bisa molor. Tepatnya, bisa diolor. Ke mana-mana. Bisa juga hanya dimengkeretkan sebatas pergelangan tangan.

Di Tiongkok yang mengumumkan kebijakan 'karet gelang' itu hanya pejabat setingkat juru bicara kementerian perdagangan.

Artinya: tingkat menteri pun tidak perlu tampil. Apalagi tingkat presiden. Biarlah di Amerika. Yang presiden sendiri, Donald Trump sendiri, yang mengumumkan hukuman pada Huawei.

Bisa seberapa molorkah karet gelang itu? Bisa molor menjangkau mana saja?

Gao Feng, juru bicara yang masih muda itu akhirnya agak merinci: yakni perusahaan asing yang tidak menghormati kontrak, pemasok yang tidak mau lagi memasok dengan pertimbangan non-komersial, yang melanggar peraturan dan yang mengganggu kepentingan perusahaan dalam negeri Tiongkok.

Huh!

Penjelasan terakhir itu pun ternyata lebih karet lagi. Masih bisa diolor ke mana pun. Bahkan suka-suka yang mengolor.

Tentu perusahaan Amerika di Tiongkok kini panas-dingin. Mereka lagi tebak-tebakan: siapa yang akan kejepret karet duluan. "Dalam waktu dekat," ujar Gao Feng. Tentang kapan blacklist itu akan diberlakukan.

Huawei sendiri sebenarnya tidak minta bantuan pemerintah. Huawei masih terus berjuang. Dengan kekuatannya sendiri. Dengan caranya sendiri. Usaha terakhirnya diumumkan pekan lalu: akan menggugat pemerintah Amerika. Di pengadilan Amerika.

Huawei sangat percaya pada sistem hukum Amerika. Sangat independen.

Apakah ketapel karet gelang Tiongkok ini bagian dari perang dagang? Yang terus digencarkan Amerika? Yang Trump yakin sangat mudah untuk bisa memenangkannya?

Pertanyaan itu sudah bisa Anda jawab sendiri: pasti ada hubungannya.

Apalagi, lihatlah.

Koran resmi partai komunis Tiongkok, Harian Rakyat, sudah menulis. Hanya beberapa jam setelah pengumuman karet gelang itu.

"Tiongkok tidak ingin perang. Tidak mau memulai perang. Tapi Tiongkok tidak takut berkelahi. Dan akan berkelahi kalau didorong untuk berkelahi," tulis Harian Rakyat Jumat lalu.

Seru kan?

Saking serunya sampai saya langsung menulis artikel ini. Agar sudah bisa terbit di DI's Way edisi hari Minggu. Gak disangka Ibu Ani Yudhoyono meninggal. Saya pun menulis lagi. Yang naskahnya sudah Anda baca itu.

Presiden Trump-lah yang dianggap menantang berkelahi.

Di Tiongkok koranlah yang disuruh menjawab: tantangan itu akan dilayani dengan berkelahi.

Tulisan di koran itu sampai dibacakan di depan kamera TV. Disiarkan ke seluruh negeri. Disambut dengan semangat tinggi oleh pemirsanya.

Bahkan si pembaca tulisan itu, si anchor, masih menambahkan dengan kalimatnya sendiri. Yang tidak kalah pedas. Katanya: "Kalau Amerika ingin mengajak negosiasi pintu kami selalu terbuka. Tapi kalau Amerika mengajak berkelahi kami akan berkelahi. Sampai titik darah penghabisan".

Begitu mantap sikap itu.

Saking mantapnya sampai-sampai tulisan yang sudah saya siapkan untuk DI's Way hari ini harus ditunda besok. Padahal topiknya menarik. Tentang PLTU Riau-1.