. Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mendesak Amerika Serikat untuk memperketat penjualan senjata tanpa pandang bulu setelah penembakan massal yang menewaskan 22 orang, termasuk delapan orang Meksiko di negara bagian selatan Texas.
- Pabrik Tekstil Mertex Mojokerto Terbakar
- Warga Miskin Afghanistan Menikahkan Gadis di Bawah Umur, Ada yang Ditukar dengan Senjata
- Gagal Keluar saat Rumahnya Terbakar, Dua Wanita Lanjut Usia Ditemukan Meninggal
Lopez Obrador mengkritik, baik Partai Republik maupun Demokrat di Amerika Srikat tidak cukup berbuat untuk melindungi orang dari penembakan massal.
"Jika kita melihat hal-hal secara objektif, kita harus mengatakan bahwa kedua partai utama Amerika Serikat telah memberikan sedikit perhatian pada kontrol senjata," katanya seperti dilansir Kantor Berita RMOL.
Dia juga mengatakan, pemerintahnya sedang mempelajari kemungkinan untuk menuduh tersangka penembak, yang diidentifikasi sebagai Patrick Crusius berusia 21 tahun, sebagai pelaku terorisme dan meminta ekstradisinya untuk menghadapi dakwaan di Meksiko.
Penyelidik di Amerika Serikat meyakini bahwa dia mengunggah manifes online sesaat sebelum melancarkan serangan di area perbelanjaan yang sibuk. Dalam manifesto itu, dia mencerca "invasi" yang dirasakan orang Amerika Latin yang datang ke Amerika Serikat.
Beberapa jam setelah penembakan di El Paso, seorang pria bersenjata lain di Dayton, Ohio, melancarkan aksi serupa dan menewaskan sembilan orang dalam serangan senjata. Polisi mengatakan tidak ada indikasi bermotif rasial dalam serangan kedua. [mkd
- Penyelidikan Virus Corona Berakhir, AS Ngotot Ingin Cek Data WHO
- Pedagang Sembako Ditemukan Tewas Gantung Diri dengan Surat Wasiat
- Update Gempa Cianjur: Korban Meninggal 162, Luka-luka 326, Mayoritas Anak-anak