Dewan Minta Penerima PKH Tetap Dilabelisasi

Siswanto, Ketua Komisi II DPRD Ngawi hingga kini menyayangkan sikap Dinas Sosial (Dinsos) daerah setempat yang terkait langsung dengan Program Keluarga Harapan (PKH). Menyusul, tidak adanya itikad baik melakukan labelisasi penerima PKH. 


"Kalau daerah lain melakukan labelisasi pada rumah yang menerima PKH kenapa Ngawi ini tidak bisa. Seharusnya program itu dikemas setransparan mungkin siapa saja yang mendapatkan," terang Siswanto pada Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (21/01).

Pintanya, Dinsos Ngawi bisamelakukan studi banding ke daerah yang sudah menempeli sticker sebagai penerimaPKH. Biar masyarakat sendiri yang menilai apakah layak untuk mendapatkankucuran PKH atau layak dicabut digeser ke warga lain yang lebih membutuhkanlagi. 

"Mohon lebih terbuka lagi lahdengan PKH ini. Memang saya sendiri mendengar dari mereka ada yang mengundurkandiri setelah mandiri. Artinya, penempelan tanda penerima PKH sangatperlu," ulasnya. 

Sis sekali lagi memperingatkanDinsos Ngawi didalam pengelolaan PKH harus terbuka jangan sampai dibawa keranah politik, melainkan didasari azas keadilan. Sebab, data yang tercover diBasis Data Terpadu (BDT) inputnya tetap dari bawah melalui timpendamping. 

Apalagi pada Desember 2019 lalu,Ombudsman menyoroti soal belum terintegrasinya pengelolaan data calon penerimaPKH dari e-PKH ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Pusat data danInformasi Kementerian Sosial RI. 

"Saya kira kuncinya padalabelisasi jika penerima sudah mampu maka ia akan merasa malu dengansekitarnya. Otomatis mereka (penerima) akan mengundurkan diri sebagai penerimaPKH," urai legislator PKS itu. 

Sementara itu data Dinsos Ngawi pada 2019 lalu tercatat penerima PKH berkurang dari tahun sebelumnya 2018. Bila tahun 2018 lalu jumlah penerima PKH mencapai 47 ribu Keluarga Penerima Manfaat (KPM), tahun 2019 ini turun berkurang 1.488 penerima hingga penerimanya menjadi 45.512 KPM tersebar di 217 kelurahan/desa dari 19 kecamatan diwilayah Ngawi.