Resah Budaya Jawa Mulai Luntur, Ki Samsu Turunkan Ilmu ke Anak-anak Milenial

Seni tradisional Jawa yang telah menjadi identitas yang dilakoni dan dihidupi oleh orang Jawa selama bertahun-tahun itu saat ini mengalami erosi akibat kuatnya pengaruh budaya global yang disebarkan melalui teknologi media. 


Anak muda yang notabene milenial lebih condong ke budaya lain daripada belajar akan budayanya sendiri.

Mereka beralasan memilih seni yang lebih ekspresif, spontan dan energik sehingga dirasa lebih pas dengan gejolak jiwa mudanya.

Kekhawatiran ancaman budaya asing yang terus menggerus terhadap tradisi budaya Jawa langsung direspon Ki Samsu Gondo Carito, salah satu seniman Jawa atau sang maestronya Dalang di wilayah Ngawi.

Memasuki usia ke 78 tahun ia menularkan ilmunya khususnya seni Jawa ke para remaja. Melalui Sanggar Seni Bodromoyo yang beralamatkan di Desa Kedungputri, Kecamatan Paron, Ngawi inilah Ki Samsu mengajari puluhan remaja seusia pelajar berolah seni Jawa yang terbagi atas tiga materi baik Seni Kerawitan, Seni Pedalangan dan Seni Pesindenan.

“Saya ini tidak mau disebut guru melainkan sebagai mitra dalam berolah rasa seni Jawa khususnya. Jadi dengan berbagi ilmu dengan anak-anak kita yang merupakan para generasi muda ini menjadi satu bagian bagaimana cara melestarikan budaya yang adiluhung ini jangan sampai tergerus dengan budaya lainya,” terang Ki Samsu Gondo Carito pada Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (22/01).

Paparnya, ketiga materi seni Jawa yang diajarkan pada poinya bertolak dari Seni Kerawitan. Mengingat  dalam penyajiannya merupakan hasil perpaduan antara permainan instrumen dengan instrumen, instrumen dengan vokal, serta berlaras slendro, dan atau pelog.

Berikutnya olah rasa pada Seni Pedalangan maupun Seni Pesindenan setidaknya memahami setiap laras atau alur irama pada kerawitan.

“Disanggar sini banyak yang berangkat dari nol besar belum mengerti apa-apa. Kemudian saya selaku pengasuh memang harus bersabar yang pertama mengajari anak-anak ini tentang etika dalam berseni dan setelahnya baru ke materi seni itu sendiri,” ulasnya.

Kata Ki Samsu, para anak didiknya tersebut sering tampil dalam pemetasan seni budaya level nasional. Meski belum membuahkan hasil terbaiknya namun sebagai langkah maju membuka pintu dalam melestarikan budaya Jawa dengan segala kreasinya maupun cakupanya. Hanya saja Ki Samsu berharap, seni tradisional Jawa apapun alasanya keberadaanya harus dilestarikan.

Menurutnya, sangat tidak terbayang sedihnya kalau budaya yang adiluhung itu dilupakan dan dimusnahkan sebagai identitas orang Jawa. Budaya apa yang akan diturunkan ke generasi muda suku Jawa. Pun dijelaskan tentang budaya  Jawa tetap berkiblat terhadap dua daerah khususnya Surakarta dan Yogyakarta dan tidak bisa dilepaskan dari Kraton sebagai pusat budaya Jawa.

Karya seni Jawa baik sastra, gamelan, tari dan wayang adalah bentuk ekspresi budaya yang dikembangkan oleh raja-raja dan seniman atau pujangga Kraton Solo dan Yogya. Pada mulanya karya seni itu merupakan klangenan (hiburan) yang terbatas dinikmati kalangan kraton. Dalam perkembangannya, karya seni ini kemudian dipentaskan sebagai produksi seni pertunjukan bagi rakyat biasa.