Pemuda Panca Marga Dukung Amandemen UUD 1945

Ketua Dewan Paripurna Nasional (Deparnas) Pemuda Panca Marga, Abraham Lunggana (Haji Lulung) mendukung penuh rencana beberapa partai politik melakukan amandemen kelima terhadap Undang Undang Dasar 1945. Alasannya, perjalanan negara Indonesia saat ini kontraproduktif dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.


“Amandemen yang kami inginkan adalah kembali ke UUD 1945. Konsep dan marwahnya jangan sampai keliru, kembalikan lagi presiden adalah bangsa Indonesia asli. Bukan warga negara Indonesia sejak kelahiran,” tegas Haji Lulung usai menjadi salah satu narasumber Dialog Kebangsaan dalam rangka HUT ke 39 Pemuda Panca Marga di Gedung Djuang 45 Surabaya, Rabu (22/1).

Mantan wakil ketua DPRD DKI Jakarta itu mengakui banyak dorongan dari berbagai elemen masyarakat yang menginginkan kembali pada UUD 1945. Namun oleh sebagian pihak mereka justru dilaporkan melakukan upaya makar sehingga sempat diamankan oleh aparat kepolisian.

“Kita bersyukur ketua MPR RI sekarang terus melakukan roadshow ke semua partai politik untuk menyampaikan keinginannya bahwa perlu kembali ada GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Kita berharap jangan ada korban penangkapan lagi terhadap orang-orang yang menyuarakan amandemen,” kata politisi asal PAN.

Perjuangan yang hakiki adalah perjuangan kebangsaan karena kemerdekaan ini tidak dikasih tapi harus direbut. Akibatnya empat pilar kebangsaan kita juga sudah berubah sekarang.

“Padahal Empat pilar kebangsaan itu bersumber dari nilai-nilai kebangsaan. Tapi fakta hukumnya justru bersumber dari nilai-nilai kenegaraan,” dalih Haji Lulung.

Para tokoh agama juga sudah selesai terkait nilai-nilai kebangsaan, sehingga mereka membentuk forum lintas agama dengan semangat tagline, bahwa semua umat beragama adalah cermin kebangsaan yang menghargai perbedaan dan keragaman bangsa.

“Kami berharap cita-cita Proklamasi Kemerdekaan dikembalikan. Jangan ada Mandat Dari Langit (Mandala), tiba-tiba warga negara yang baru datang 2-6 bulan yang bekerja disini suami istri. Dua bulan kemudian melahirkan seorang anak, anaknya masuk warga negara Indonesia, entah itu dari negara mana asalnya, kemudian 30 yang akan datang boleh menjadi presiden” sindir pria asal Betawi ini.

Persoalan lain yang dinilai lebih kejam adalah penerapan UU Pemerintahan Daerah (Otoda) di DKI Jakarta. Sebab, yang bisa menjadi walikota hanyalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diangkat oleh Gubernur atas pertimbangan DPRD DKI Jakarta.

“Ini juga implikasi dari itu, makanya saya bilang banyak peraturan perundangan-undangan yang sifatnya diskriminasi sehingga kontraproduktif dengan cita-cita proklamasi,” ungkapnya.

Dampak lain dari syarat Presiden adalah warga negara Indonesia sejak kelahiran, lanjut Abraham Lunggana yang bisa menjadi presiden Indonesia hanyalah mereka yang punya atau didukung kapitalisme dan liberalisme.

“Peran kapitalisme dan new liberalisme di pemerintahan kita sangat luar biasa. Yang punya duit bisa jadi gubernur, bisa jadi presiden. Partai politik ya bagaimana maharnya kalau cocok ya didukung,” terang Haji Lulung.

Menurutnya sekarang ini yang memiliki peran besar terhadap keberlangsungan negara dan bangsa Indonesia adalah partai politik. Namun ironisnya, parpol tidak memiliki hati nurani dan imajinasi sehingga pemerintah tidak bisa memberikan keadilan kepada rakyatnya.

“NKRI jangan di lipstik saja, NKRI itu bukan hanya menjaga negara kesatuan republik Indonesia tapi NKRI juga menjaga kedaulatan ekonomi. Ekonomi kita hanya dikuasai segelintir orang atau kelompok, jadi keadilan ekonomi masih jauh dari kenyataan makanya perlu dievaluasi,” imbuhnya.

Masih di tempat yang sama, Ketua Umum PP Pemuda Panca Marga Samsudin Siregar mengatakan bahwa persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia cukup pelit. Karena itu PPM harus siap membantu pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.

“Kami menyarankan kepada pemerintah sesuai dengan sumpahnya supaya UU dijalankan dengan baik, karena semua aturan main sudah ada,” jelas Samsudin Siregar.