Gapasdap : Menteri Jokowi Tidak Kompak, Omnibus Law Sulit Diterapkan

Menteri Perhubungan dan Menko Maritim dan Investasi (Marves) dinilai saling lempar tanggung jawab soal tarif angkutan penyeberangan sehingga tak kunjung ditetapkan meskipun sudah dibahas selama 1,5 tahun lebih.


Menurut Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap),
Bambang Haryo Soekartono, molornya penetapan tarif penyeberangan menunjukkan Menhub dan Menko Marves tidak profesional dan konsisten dalam menjalankan regulasi dan undang-undang.

“Kemenhub sendiri sudah mengundur-undur evaluasi tarif penyeberangan hingga 1,5 tahun sehingga 3 tahun tidak pernah disesuaikan. Sekarang kembali terganjal di Menko Marves dengan alasan belum ada data untuk dikaji. Padahal, pelimpahan kajian di Kemenko Marves sudah berlangsung lebih dari 3 bulan,” katanya, Jumat (24/1).

Bambang Haryo mengaku sudah bertemu langsung dengan pejabat di Kemenko Marves yang ditugaskan Menko Luhut mengevaluasi tarif.

“Pajabat yang merupakan Staf Ahli Menko Marves itu mengaku tidak mengerti maritim dan baru pertama kali membahas soal penyeberangan. Dia bilang masih menunggu data sehingga belum bisa mengkaji usulan tarif dari Kemenhub,” ujarnya.

Menurut Bambang Haryo, Menko Marves tidak percaya dengan usulan tarif dari Menhub sehingga perlu dikaji lagi secara detil, meskipun Kemenhub sudah membahasnya bersama Gapasdap selama 1,5 tahun.

“Menhub Budi Karya dan Menko Luhut saling pingpong, lempar tanggung jawab. Kemenhub bilang sudah serahkan semua data mulai dari awal tapi Kemenko Marves mengaku tidak punya data. Dua instansi ini kelihatan tidak kompak, tidak profesional,” ungkapnya.

Keterlibatan Menko Marves dalam evaluasi tarif penyeberangan baru pertama kali, dikarenakan penerbitan Inpres No. 7/2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.

“Inpres yang harusnya untuk kemudahan usaha, kenyataannya mempersulit usaha dan perizinan. Kalau mengurusi satu sektor ini saja tidak beres, bagaimana mungkin pemerintah menjalankan Omnibus Law yang melibatkan ribuan regulasi sesuai kebijakan Presiden Jokowi,” cetusnya.

Apabila Menko Luhut dan stafnya profesional dan mengerti dan memprioritaskan maritim, seharusnya Menko Marves mengingatkan Menhub agar segera membereskan evaluasi tarif karena kondisi penyeberangan sudah kritis dan terancam berhenti operasi dalam waktu dekat.

Berdasarkan hitungan Bambang Haryo, kenaikan tarif penyeberangan sekaligus sebenarnya dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap nilai komoditas barang yang diangkut kendaraan, yakni sekitar 0,15%. Artinya, komoditas misalnya beras seharga Rp10.000 per kg kenaikannya berkisar Rp15 per kg apabila tarif dinaikkan sekaligus 38 persen.

“Kenaikan harga itu mungkin relatif kecil, tetapi sangat besar artinya bagi kelangsungan usaha penyeberangan serta menjamin keselamatan nyawa dan barang publik. Ketidakpastian tarif mengancam keselamatan publik, berarti pemerintah melanggar UUD 1945 yang mengamanatkan negara untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia,” tegasnya.