Cerita Rio Alfi, Mahasiswa Indonesia Yang Masih Tertahan Di ‘Zombie Land’ Wuhan

INI adalah tahun terakhir Rio Alfi menuntut ilmu di Zhōngguó Dìzhì Dàxué atau China University of Geo-science (CUG) di kota Wuhan, ibukota Provinsi Hubei, Republik Rakyat China (RRC).


CUG di kota Wuhan salah satu kampus terpandang di seantero China. Salah seorang alumni kampus itu adalah Wen Jiabao yang pernah menjadi Perdana Menteri China periode 2003-2013. Enam bulan lagi Rio Alfi yang berasal dari Pakanbaru, Riau, akan menyelesaikan pendidikan S-2 di universitas itu. Dia mendapatkan beasiswa dari CUG pada tahun 2016.

Rio menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Islam Riau pada 2011, lalu ia sempat bekerja sebagai tenaga kontrak di BNI. Rio tidak sendirian di Wuhan. Dia ditemani istri dan seorang anaknya yang berusia 5 tahun.

Apartemen tempat mereka tinggal berada di Jalan Lumo, sekitar 10 menit dari tempat ia menuntut ilmu. Rio menjadi salah satu sumber informasi di tanah air mengenai situasi di kota Wuhan yang sudah ditutup dan diisolasi menyusul penyebaran virus Corona (nCoV) sejak bulan lalu.

Sejauh ini dia telah mengunggah dua video di akun Youtube miliknya. Video pertama diunggah dua hari lalu, dan telah ditonton sekitar 7.500 kali. Sementara video kedua diunggah belum 24 jam yang lalu. Virus Corona sendiri, yang disebutkan berasal dari kelelawar yang menular ke ular, dan lalu menginfeksi manusia, sejauh ini dikabarkan telah menjangkiti tidak kurang dari 2.000 orang.

Tidak semuanya berada di China. Beberapa kasus ditemukan di berbagai negara lain. Juga disebutkan dalam berbagai pemberitaan, virus ini telah menewaskan sekitar 80 orang. Saya mendapatkan nomor Rio dari Ketua Persatuan Pelajar Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Wuhan, Nur Musyafak, yang sedang berada di Indonesia. Pembicaraan dengan Rio kami lakukan melalui aplikasi Whatsapp.

Apartemen tempat Rio dan keluarganya tinggal adalah sebuah bangunan berlantai tiga. Lantai satu digunakan sebagai restoran, sementara lantai dua dan lantai tiga masing-masing memiliki 10 unit apartemen. Sekarang, tinggal keluarga Rio yang berada di apartemen itu.

Dua mahasiswa Indonesia yang tinggal di lantai tiga sudah lebih dahulu pulang ke tanah air untuk melakukan penelitian sebelum seluruh Wuhan di-lockdown. Adapun penghuni lainnya sudah kembali ke kota asal mereka masing-masing untuk merayakan Tahun Baru Imlek yang jatuh hari Sabtu kemarin (25/1).

Mereka meninggalkan Wuhan sebelum kota ini dinyatakan tertutup. Kini Wuhan yang dihuni oleh sekitar 11 juta jiwa dikabarkan bagai “kota hantu”. Tidak sedikit pembicaraan di jejaring media sosial yang menggambarkan Wuhan sebagai “zombie land”.

Jalanan yang biasanya ramai terlihat sepi. Perayaan Tahun Baru Imlek pun tidak semeriah sebelumnya. Bahkan nyaris tidak ada perayaan di sudut-sudut kota. Bagaimana akses ke rumah sakit atau klinik kesehatan apabila ada masalah dengan peningkatan suhu tubuh? Itu salah satu pertanyaan awal saya.

“Sekarang kalau batuk biasa, flu biasa, tidak boleh ke rumah sakit. Ada petugas yang akan dikirim untuk memeriksa suhu tubuh. Kalau suhu tubuh mencapai 38 derajat Celcius baru dirujuk ke rumah sakit,” Rio menjelaskan.

Dua hari lalu dan kemarin Rio masih bisa keluar dari apartemennya. Namun mulai hari ini warga tidak diperbolehkan keluar dari tempat tinggal. Rio sudah menyiapkan makanan di apartemennya. Tetapi hanya cukup untuk dua atau tiga hari.

Pihak kampus berjanji akan mengirimkan seorang petugas untuk membantu Rio mendapatkan bahan makanan apabila stok yang dimilikinya habis. Menurut Rio, jumlah warganegara Indonesia di Provinsi Hubei sebanyak 93 orang. Sebanyak 12 di antaranya menuntut ilmu di CUG Wuhan.

Secara umum bagaimana keadaan mahasiswa Indonesia, tanya saya.

“Kalau secara fisik, insya Allah masih kuat. Tetapi teman-teman banyak juga yang down (secara psikologis). Karena kami tidak tahu sampai kapan diisolasi. Bisa jadi dua bulan ke depan. Tidak pasti,” jawabnya. Karena ketidakpastian itu, mahasiswa Indonesia yang tertahan di Wuhan meminta bantuan KBRI di Beijing agar dibantu untuk bisa kembali ke tanah air. PPIT Wuhan sudah berkordinasi dengan KBRI.

“Sudah sampai pendataan. Paspor kami sudah dicatat. Kami masih menunggu kabar dari KBRI,” kata Rio lagi sambil menambahkan, kelihatannya evakuasi juga bukan persoalan mudah karena kota Wuhan sudah ditutup.

Hal lain yang saya tanyakan kepada Rio adalah tentang video-video pendek amatir yang memperlihatkan berbagai kejadian yang disebut terkait dengan penyebaran virus nCoV. Misalnya, orang yang terjatuh di tengah jalan, rumah sakit yang membludak, dan pasien yang berteriak-teriak yang disebutkan karena rasa sakit akibat virus mematikan itu.

Rio tidak pernah menyaksikan hal seperti itu.

“Itu kan video-video pendek, mungkin karena lelah antre, lalu pingsan. Atau dia acting agar cepat dilayani. Saya tidak mengerti juga,” jawabnya. “Di sini informasi kita tidak dapat semua karena disaring.

Terkadang hanya video pendek, lalu dishare di Indonesia. Jadi tidak jelas informasinya,” sambung dia.

Satu hal yang jelas, menurut Rio, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam situasi serba tidak pasti ini sudah cukup bagus. Terakhir sebelum mengakhiri pembicaraan, Rio minta tolong didoakan agar situasi menjadi lebih baik.