100 Hari Kerja Prabowo Masih Meragukan

Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto telah berkeliling ke tujuh negara, mulai Malaysia, Thailand, Turki, China, Jepang, Filipina, Prancis, dan Jerman.


Kini, sudah 100 hari kinerja Prabowo dalam rangka diplomasi pertahanan. Selain dialog dengan mitra dan sahabat, diplomasi yang dilakukan Prabowo juga bertujuan untuk peningkatan kerjasama pertahanan, peningkatan kapasitas personel militer, dan kemungkinan pembelian alutisista dari negara yang dikunjungi.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darma Putra menilai, jika kunjungan yang dilakukan Prabowo dalam kerangka peningkatan kemampuan TNI, maka hal tersebut masih bisa diterima dengan baik. Namun masih ada yang kurang.

“Dari sisi lain, harus melihat juga prioritas apa saja dalam jangka pendek dan menengah dalam peningkatan kemampuan militer tersebut,” terangnya dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (30/1).

Rizal ragu upaya Prabowo tersebut dapat memenuhi apa yang dicanangkan dalam rencana jangka panjang Minimum Essential Forces (MEF) tahap ke-3 (2020-24). Apalagi, alokasi anggaran pertahanan tahun 2020 sebesar Rp. 131,81 triliun.

Terlebih sejak Prabowo menjadi Menhan, seluruh kerjasama pertahanan utamanya pengadaan dan program alutsista diberhentikan dan belum terlihat keputusan apa yang akan diambil dalam proses pengadaan itu.

“Sementara dari sisi lingkungan strategis baru-baru ini juga Indonesia menghadapi pelanggaran wilayah ZEE oleh kapal-kapal China, yang mana nelayan China tersebut dikawal oleh kapal-kapal coast guard,” terangnya.

Artinya, Indonesia butuh kekuatan agar ditakuti, sehingga tidak ada lagi upaya pencurian ikan oleh China.

Kekuatan itu semakin mendesak untuk dimiliki mengingat isu-isu nontradisional di dalam negeri dan wilayah Asia Pasifik tidak dapat dihindari dan masih mendominasi seperti isu bencana alam, keamanan maritim, penculikan dan pebajakan di Laut Sulu, serangan siber, dan lain-lain.

“Memang secara obyektif kita belum bisa melakukan evaluasi secara menyeluruh, tetapi ada beberapa catatan penting dalam evaluasi singkat kinerja Kemenhan ini,” tegasnya.

Catatan itu di antaranya, Kemenhan harus melakukan evaluasi menyeluruh MEF. Harus dilihat dari ancaman lingkungan strategis saat ini dan mendatang.

Selanjutnya, membuat prioritas pembelian alutsista yang sesuai potensi ancaman yang faktual yang sesuai dengan UU Industri Pertahanan dalam upaya mendorong industri pertahanan dalam negeri yang mandiri.

“Kemudian menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan soal pengadaan alutsista,” sambungnya.

Sedang yang terakhir adalah menjalankan penyusunan perencanaan dan anggaran pertahanan yang multiyear, sehingga rencana jangka panjang pembangunan kekuatan pertahanan dapat diukur secara cermat.