Ada Ketegangan Saat Pemeriksaan Terdakwa Darmawan, Ini Penyebabnya

Sidang dugaan korupsi dana hibah Pemkot Surabaya tahun 2016 untuk program jasmas dengan agenda pemeriksaan untuk terdakwa Darmawan cukup menegangkan.


Ini lantaran mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya periode 2014-2019 ini seolah tak paham dengan rentetan pertanyaan yang dilontarkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Di pemeriksaan sebelumnya menurut keterangan Agus, staf saudara pada dasarnya memang ada proposal yang diterima dari Dea (pegawai Agus Setiwan Tjong) dan diterima langsung dari RT/RW. Tapi proposal dari RT/RW, saudara perintahkan ke Dea dulu. Apa yang saudara jelaskan mengenai hal tersebut," tanya JPU M. Fadhil pada Darmawan dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (4/2) lalu di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Mendapat pertanyaan itu, Darmawan enggan menjawabnya. Tak ayal, JPU terpaksa mengulang pertanyaannya dengan tata bahasa yang lain agar terdakwa Darmawan ini buka suara.

"Proposal saudara ada dua. Satu dari Dea sedangkan yang lainnya dari RT/RW langsung, sekitar 6 atau 7 proposal. Menurut keterangan staf saudara, proposal yang tidak berasal dari Dea, saudara minta diserahkan ke Dea dulu untuk direkap. Kenapa?" kata Fadhil lagi.

Namun oleh terdakwa Darmawan dijawab bukan pertanyaan proposal dari RT/RW secara langsung tetapi hasil rekapnya.

"Yang merekap (jumlah proposal) itu dari sekwan bukan staf saya," jawab Darmawan.

Kendati jawaban Darmawan tak seperti yang diharapkan, JPU M Fadhil tak mengulangnya. Ia mencoba meneruskan jawaban itu menjadi pertanyaan seperti dari awal.

"Dari Dea ke sekwan tapi saudara perintahkam ke Dea dulu untuk merekap. Kenapa?" tanyanya lagi.

Lagi-lagi terdakwa Darmawan tak paham maksud pertanyaan dari JPU.

"Enggak, saya gak menyerahkan ke Dea mungkin dari Dea itu yang saya kembalikan, permohonan yang gak masuk akal," aku Darmawan. Seketika langsung dijawab Fadhil. "Saya kira gak ada," tandas Fadhil.

Mengetahui kliennya tersudut, salah penasehat hukum terdakwa Darmawan langsung mengajukan keberatan.

"Interupsi ketua majelis, saya pikir itu oenafsiran dari penuntut umum sendiri, kita ada catatan. Tidak ada keterangan dari saksi Dea," ujar Herman Hidayat penasehat hukum Darmawan yang tergabung dalam tim Hasonangan Cs.

Bahkan Herman meminta JPU agar bersikap profesional ketika memberikan pertanyaan.

"Jadi tolong kita meluruskan. Jadi jangan membuat opini. Menjebak saudara terdakwa," pungkasnya.

Seperti diberitakan dalam kasus ini Kejari Tanjung Perak telah menuntaskan perkara dugaan korupsi dana hibah Pemkot Surabaya untuk program jasmas.

Sudah ada enam terdakwa yang sudah menjalani hukuman di cabang rutan klas I Surabaya pada Kejati Jatim.

Keenam terdakwa itu diantaranya anggota DPRD Surabaya Ratih Retnowati serta lima mantan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 yakni Sugito, Syaiful Aidy, Dini Rijanti Darmawan dan Binti Rochma.

Ada juga pihak swasta sebagai pelaksana proyek yaitu Agus Setiawan Tjong yang sudah divonis selama 6 tahun penjara dan saat ini masih proses kasasi.

Agus Setiawan Tjong merupakan pelaksana proyek pengadaan terop, kursi, meja, dan sound system pada 230 RT di Surabaya.

Dari hasil audit BPK, Proyek pengadaan program Jasmas tersebut bersumber dari APBD Pemkot Surabaya, tahun 2016 dan merugi mencapai Rp 5 miliar akibat adanya selisih angka satuan barang yang dimainkan oleh Agus Setiawan Tjong.

Informasi yang dihimpun, program Jasmas ini merupakan produk dari sejumlah oknum DPRD kota Surabaya yang telah diperiksa penyidik. Diduga tanpa peran ke enam sang legislator itu, program Jasmas dalam bentuk pengadaan ini tidak akan terjadi.

Penyimpangan dana hibah ini bermodus pengadaan. Ada beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, diantaranya untuk pengadaan terop, kursi chrom, kursi plastik, meja, gerobak sampah, tempat sampah dan sound system.