UNICEF yang Bertanggungjawab Atas Anak-anak Kombatan ISIS

Pemerintah diminta tidak perlu tergesa-gesa untuk pemulangan anak-anak simpatisan ISIS.


"Kasus ini harus berangkat dari titik tolaknya yang jelas, yakni hukum internasional," ujar Anggota Komisi I DPR Willy Aditya, Minggu (16/2).

Sejauh ini sikap pemerintah adalah fokus memikirkan nasib anak-anak simpatisan ISIS hanya untuk anak umur 10 tahun ke bawah dan telah yatim piatu, itu sudah cukup mencerminkan prinsip kecermatan dan kehati-hatian.

Namun begitu, ia menyarankan, pemerintah harus menunggu keputusan dari PBB.

Menurutnya, ISIS adalah gerakan transnasional berstatus non-state actors yang terlibat dalam berbagai aksi teror dan perang. Sehingga, mereka saat ini terkena hukum internasional dari lembaga internasional.

Terkait hal tersebut, menurut dia, pemerintah butuh legal standing untuk melakukan langkah pemulangan atau penerimaan atas nasib anak-anak dimaksud.

"Seperti dalam kasus WNI di Wuhan di mana ada keputusan dari WHO akan status virus corona sebagai legal standingnya. Pemerintah dalam hal ini perlu menunggu permintaan dari PBB," jelasnya dilansir Kantor Berita Politik RMOL.

Sebelum PBB meminta negara asal untuk menerima anak-anak tersebut, UNHCR atau UNICEF adalah pihak yang bertanggung jawab atas nasib mereka.

"Jadi, inisiatif harus datang dari dunia internasional terlebih dahulu sebelum datang dari pemerintah. Jadi legal standingnya jelas," tegas politikus Partai Nasdem ini.

Menunggu keputusan PBB bisa dimaknai sebagai upaya Indonesia menyerukan kepada dunia internasional, untuk menentukan kejelasan sikap atas status kombatan ISIS, terutama nasib anak-anak mereka.