Akbar Faizal Buka Aib Nasdem Terpapar Dinasti Politik, Apa Motifnya?

Pemilihan Umum 2019 ditenggarai memunculkan anggota DPR yang terpapar dinasti partai politik.


Nagara Institute menemukan sebesar 17.22 persen hasil pemilihan DPR Rl 2019 terpapar dinasti politik. Atau sebanyak 99 dari 575 anggota legislatif terpilih memiliki hubungan dengan pejabat publik.

Partai Nasdem menempati urutan pertama terpapar dinasti politik dengan presentase sebesar 33,90 persen.

Disusul Partai Golkar (31,58 persen), Partai PDI Perjuangan (21,18 persen), Partai Gerindra (18,52 persen), Demokrat (18,18 persen), Partai PAN (16,67 persen), PPP (13,28 persen).

Kemudian, ada PKS (8 persen), dan PKB yang menempati posisi paling buncit dengan raihan 5,17 persen terpapar politik dinasti.

Demikian hasil riset Nagara Institute (NI) dalam keterangan rilis resminya seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL, saat acara peluncuran NI, di Kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin (17/2).

"Partai Nasdem peringkat teratas dalam presentase anggota legislatif yang terpapar dinasti politik. Dari perolehan 59 kursi, Nasdem meloloskan 20 orang anggota terpapar politik dinasti," kata Direktur Eksekutif NI, Akbar Faizal.

Istilah terpapar dinasti politik merujuk pada bangkitnya oligarki partai politik pasca reformasi 1998. Dimana salah satu penyebanya antara lain dengan turunnya indeks demokrasi Indonesia.

Berdasarkan riset The Economist Intelligence Unit, skor indeks demokrasi Indonesia pada 2019 adalah 6.48 dalam skala 0-10. Meski skor ini naik 0.09 dibanding tahun sebelumnya, masih jauh dari skor 7.03 pada 2015.

Gagal Melenggang ke Senayan

Sementara itu politikus Nasdem, Ahmad Sahroni berpendapat riset Nagara Institute dinilai kurang sesuai dengan fakta di lapangan.

"Itu pendapat dari Institute-nya (Akbar Faizal). Tapi fakta lapangan kan enggak (sama)," tegas Sahroni di Jakarta, Selasa (18/2).

Sahroni pun menanggapi santai hasil riset Nagara Institute yang dipelopori Akbar Faizal yang juga politisi Nasdem tersebut.

Dia juga menilai tidak ada niatan Akbar Faizal menyerang Nasdem melalui hasil riset tersebut.

"Tidak juga. Bang Akbar Faizal senior saya dan walaupun nggak lolos (DPR) beliau buat Institute saat ini untuk kembangkan orang-orang yang butuh belajar ilmu politik," demikian Ahmad Sahroni.

Namun sejumlah pihak menilai, hasil riset Nagara Institute (NI) disinyalir tak lepas dari kekecewaan Akbar Faizal yang gagal melenggang ke Senayan.

Akbar Faizal yang memimpin lembaga kajian politik tersebut disebut-sebut memiliki motif tertentu. Dia dianggap telah "menyerang" Nasdem, meskipun dengan pendekatan ilmiah melalui riset.

"Jika dia menyerang itu bentuk kekecewaan yang mendalam ke Nasdem. Karena dia tidak terpilih lagi menjadi anggota DPR dari Nasdem. Sebabnya bisa saja dia kalah oleh kekuatan dinasti politik di Dapilnya," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, sesaat lalu di Jakarta.

Menurut Ujang Komarudin, Akbar Faizal yang saat ini menjadi Direktur Eksekutif Nagara Institute gagal melenggang ke Senayan. Maka tidak heran jika muncul asumsi demikian.

"Kecewa karena Nasdem mencalonkan orang lain yang dianggap dinasti politik dan menang. Sedangkan Akbar Faizal kalah. Itu soal kekecewaan saja," tutup pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini.

Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies, Jerry Massie, mengatakan, kalau terbukti Akbar Faizal ingin menjelek-jelekkan partai, maka Nasdem lewat Majelis Tinggi, Dewan Pertimbangan atau Dewan Pakar harus segera mengeluarkan yang bersangkutan.

"Kalau terbukti ada niat dan langkah-langkah menyerang Nasdem, pecat saja. Apalagi dia bukan kader Nasdem asli, dia adalah politisi kutu loncat yang pindah dari Hanura," ujar Jerry Massie.

Dijelaskan Jerry Massie, apapun alasannya, secara politik tidak etis seorang kader menyerang partainya sendiri.

"Inikan membuka aib partainya sendiri. Sangat tidak etis," tutupnya.


.