Dugaan Tambang Liar, LBH Ansor Jatim wadul ke Jokowi

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jatim 'wadul' ke Presiden Joko Widodo. Laporan yang disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (10/2) mewakili keluhan warga Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan terkait aktivitas penambangan ilegal di wilayah mereka.


Dalam surat laporan disebutkan bahwa terjadi penambangan ilegal di Dusun Jurang Pelen 1 dan Jurang Pelen 2 Desa Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Aktivitas penambangan tersebut diduga mengancam eksistensi warga dan juga kondisi ekosistem lingkungan hidup.“Iya mas (melapor ke Presiden Joko Widodo),” kata kuasa hukum warga, Otman Ralibi, Senin (17/2).

Otman menjelaskan, hasil pendampingan, pertemuan dan investigasi di lapangan ditemukan sejumlah fakta yang memprihatinkan. Diantaranya, adanya aktivitas penambangan liar yang diduga tidak berizin, yaitu berupa galian tambang pasir dan batu (sirtu).

"Kegiatan tersebut diperkirakan terjadi sejak tahun 2016 dan diduga dilakukan oleh korporasi dan dibackup oleh oknum keamanan tertentu.“Dimana hasil penambangan tersebut diangkut dan dijual ke pihak ketiga,” bebernya.

Keberadaan oknum keamanan itu, sambung Otman, semula dengan dalih rencana pembangunan perumahan dan pembangunan masjid. Sehingga masyarakat sulit dan merasa takut untuk melakukan penolakan. Namun alasan tersebur dinilai sebagai bentuk manipulasi untuk memperlancar aktivitas penambangan.

“Masyarakat akhirnya sadar bahwa aktivitas itu (penambangan liar) mengancam eksistensi ekosistem dan sumber daya alam serta pemukiman dan lahan pertanian,” ungkap Otman.

Bahwa, aktivitas penambangan sirtu tersebut semula difasilitasi oleh pihak Kepala Desa Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Saat ini kepala desa tersebut menghadapi proses hukum dalam kasus tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya. Kasus tersebut melibatkan oknum aparat desa dan tokoh masyarakat setempat. Penambangan dilakukan dengan memanfaatkan tanah kas desa (TKD) Bulusari sebagai akses menuju lokasi penambangan.

Hal itu terjadi karena pihak penambang ilegal mendapat izin dari kepala desa dan ketua badan perwakilan desa (BPD) untuk memanfaatkan TKD sebagai akses menuju lokasi penambangan. Akibat pemberian izin tersebut, kepala desa dan pihak BPD ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasuruan. Dengan terbukanya akses, maka aktivitas penambangan dapat dilakukan dan semakin tidak terkendali.

“Masyarakat telah berupaya melakukan penolakan. Namun aktivitas penambangan terus berlangsung. Masyarakat justru mendapat intimidasi dari oknum aparat yang memback up penambangan liar tersebut,” urai Otman.Dari sisi hukum, penambangan itu diduga tidak memiliki Izin Usaha Penambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan melanggar ketentuan Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Bahkan pihaknya berharap laporan warga terkait penambangan ilegal tersebut diharapkan Presiden Joko Widodo memerintahkan instansi terkait seperti, baik itu Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati dan Kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran.

Baik administratif maupun pidana atas penambangan ilegal tersebut. Mewajibkan pihak korporasi penambangan ilegal untuk memberi kompensasi pada warga secara menyeluruh akibat kerusakan lingkungan.

“Kami atas nama warga meminta agar segala macam aktivitas penambangan liar dihentikan karena tidak sesuai ketentuan hukum,” pungkas Otman.