Soal Omnibus Law, Ketum DPW APBMI Jatim: Berujung Pada Pengangguran

Perubahan UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran di dalam RUU Omnibus Law membuat kecewa Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (DPW APBMI) Jatim. Sebab, ada pasal-pasal yang dinilai mematikan, sehingga berujung pada terjadinya tingkat pengganguran cukup banyak.


“Kami merasa heran kenapa pembahasan UU No 17 mengenai Omnibus Lawa, APBMI tidak dilibatkan sama sekali ada apa dengan menteri perhubungan ini yang kami perlu pertanyakan. Kami ini ada, kami ini bekerja di pelabuhan masing-masing di seluruh Indonesia,” tegas Ketua Umum DPW APBMI Jatim, Kody Lamahayu Fredy, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (28/2).

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris DPW APBMI Jatim, Endang Miyansih, menegaskan, kalau kami tidak dilibatkan ada pasal-pasal yang yang melindungi keberadaan kami di pelabuhan di seluruh Indonesia ini menjadi hilang dan menjadi terancam keberadaannya. “Kalau kami tidak ada, banyak anggota, banyak PBM mati dan akan hilang yang akhirnya banyak pengangguran di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Dikatakan lebih lanjut, ada di pasal 91, seharusnya disitu setiap pekerjaan bongkar muat atau pekerjaan yang lain sehubungan dengan kepelabuhan itu harus ada ijin khususnya. “Nah di pasal 91, ijin itu menjadi hilang. BUP bisa mengerjakan seluruh pekerjaan yang ada di pelabuhan, tidak harus mengurus ijin masing-masing itu di pasal 91 ayat 1,” ungkapnya.

“Ijin khusus, pemerintah itu harus mengeluarkan ijin khusus. Nah kalau tanpa ijin khusus, sopir aja bisa melakukan bongkar muat . Sekarang ijin khusus itu dihapus sehingga BUP-BUP boleh  melakukan seluruh kegiatan yang ada di pelabuhan tanpa ijin khusus lagi. Seharusnya ijin itu tetap ada,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPW APBMI Jatim, Capt. Haryono, menambahkan, anggota APBMI ini adalah UKM dan mandiri dan sudah ada di seluruh Indonesia. “Apabilah kami mau dimatikan, kami siap demo,” pungkasnya.