Besok, Ribuan Mahasiswa Geruduk DPR Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Rabu besok (4/3), ribuan mahasiswa akan turun aksi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta.


Aksi mahasiswa ini berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Wilayah Jabodetabek-Banten (BSJB).

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) aliansi BEM SI, Ervan Kurniawan mengatakan, sekitar seribu mahasiswa akan turun ke jalan menolak RUU Ciptaker yang tengah digodok anggota DPR bersama pemerintah.

"Sekitar seribu mahasiswa akan turun. Perihal poin yang ditolak, ya engga semuanya. Ada poin-poinnya juga," ujarnya seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (3/3).

Aksi penolakan RUU Ciptaker dari BEM SI, kata Ervan, bukan tanpa alasan. Mahasiswa menilai banyak kejanggalan yang dilakukan pemerintah dalam draf ini.

Poin yang menjadi dasar aksi penolakan tersebut ialah Omnibus Law RUU Cipta Kerja dinilai cacat secara formil. Di mana, proses pembentukan RUU Ciptaker dianggap melanggar Pasal 5 UU 15/2019 terkait salah satu asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu keterbukaan.

"Ketika penyusunan terkesan ditutup-tutupi, bahkan masyarakat luas pun tidak mendapatkan akses untuk memperoleh naskah akademik dari RUU Ciptaker," jelasnya.

Selain itu, mahasiswa pun, kata Ervan, menilai adanya ancaman bagi pekerja Indonesia. Ada kejanggalan terkait ketenagakerjaan yang tidak terdapat unsur dari hukum ketenagakerjaan, yaitu kepastian pekerjaan, jaminan pendapatan, dan kepastian sosial.

“Hal pertama yang harus disorot adalah hilangnya upah minimum," terangnya.

Tak hanya itu, RUU Ciptaker juga sebagai ancaman bagi lingkungan di Indonesia. Karena dalam RUU Ciptaker tersebut dinilai hanya akan menguntungkan korporasi besar jika disahkan dan diterapkan serta berpotensi mampu mengesampingkan hal rakyat atas lingkungan.

"Maka BEM UNJ menyatakan sikap, mendesak pemerintah untuk memperbaiki muatan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang tidak berpihak terhadap rakyat," tegasnya.

"Mendesak pemerintah untuk membuka ruang partisipasi masyarakat dalam menentukan setiap kebijakan dan menolak segala kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat," sambungnya.