Politik Identitas Menguat, Tukang Kritik Seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon Dirindukan

Saat ini politik identitas makin menguat. Banyak pihak yang menggunakan pendekatan SARA.


Hal ini dikatakan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung di acara 'Meneguhkan Kembali Cita-cita Reformasi' di Jakarta dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (4/3).

"Walaupun ini yang mungkin bisa jadi PR kita bersama, sekarang ini politik identitas perlahan makin menonjol. Karena orang selalu melakukan pendekatan, memberikan privilage kepada kelompok mayoritas dibandingkan kelompok minoritas, ini terjadi. Suku menjadi hal yang dipertimbangkan dalam memilih, agama dipertimbangkan dalam memilih," kata Pramono.

Di satu sisi, ia mengakui demokrasi masih tetap menjadi bagian penting bangsa Indonesia. Bahkan, Demokrasi, kata Pramono, masih bisa menjadi solusi bagi tiap perbedaan yang muncul dalam bernegara.

Ia mencontohkan dalam pemilihan pimpinan daerah seperti gubenur, bupati, atau walikota, dalam Pileg, Pilkades, bahkan Pilpres.

“Itu kita lakukan dalam putaran sebanyak dua kali dengan tingkat ketegangan yang tinggi, tapi kita dapat selesaikan demokrasi kita dengan baik dan ini tak ada di luar," ucapnya.

Pramono menyebut, angka partisipasi Pilpres 2019 yang menyentuh hampir 81 persen dan terbesar di seluruh dunia adalah bukti berkembangnya demokrasi di Indonesia.

Bicara soal demokrasi, Pramono juga menyinggung tentang stabilitas politik Indonesia. Ia mengatakan pemerintah tidak hanya membutuhkan dukungan tetapi juga butuh kritikan. Ia pun menyebut nama Fahri Hamzah dan Fadli Zon sebagai sosok yang dirindukan kritik-kritiknya.

"Sekarang ini pemerintah 74 persen dukungan di parlemen. Kalau tidak ada partner tidak ada mitra, tidak ada yang mengawal, tidak ada yang mengontrol, tidak ada yang mengkritisi, maka saya pribadi kehilangan orang-orang seperti Fahri Hamzah, Fadli Zon untuk mengkritisi pemerintahan ini, karena itu menjadi vitamin," tutur Pramono.