Data pasien suspect maupun positif virus corona atau Covid-19, harus benar-benar dijaga privasi dan kerahasiaannya.
- Mimbar Bebas Mahasiswa Aceh Anggap Semua Paslon Pilpres 2024 Bermasalah
- KPU Beri Kesempatan Parpol Upload Data Sipol hingga Akhir Masa Pendafataran
- Kawal 'Sambang Dulur', Relawan ANIES Sebar Spanduk dan Bendera
Hal ini diungkapkan Ketua Masyarakat Hukum Kedokteran Indonesia (MHKI) Mahesa Paranadipa dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (5/3).
Mahesa menegaskan bahwa setiap pasien memiliki hak privasi dan kerahasiaan karena menjadi hak asasi serta diatur dalam UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 36/2009 tentang Kesehatan dan UU 44/2009 tentang Rumah Sakit.
Atas alasan itu dia menyarankan agar data yang disampaikan ke publik cukup melingkupi jenis kelamin pasien, umur pasien, dan jumlah pasien yang dirawat.
“Boleh juga, jumlah pasien sembuh dan jumlah pasien meninggal,” tegasnya.
Menurutnya, ada sanksi yang bisa dikenakan jika membocorkan data pasien. Jika yang membocorkan adalah pejabat negara, maka bisa dikenakan Pasal 322 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 9 bulan.
Sementara berdasarkan pasal 310 KUHP, siapapun yang mencemarkan nama baik atau menyerang kehormatan atau menghina orang lain di depan publik melalui media ataupun media sosial dapat dikenakan ancaman 9 bulan penjara. Sementara jika menggunakan gambar atau tulisan dapat diancam satu tahun empat bulan.
“Untuk pencemaran nama baik, selain Pasal 310, dapat dikenakan pasal berlapis berdasarkan UU 19/2016 tentang ITE pasal 45 ayat 3 dengan ancaman 4 (empat) tahun penjara atau denda Rp 750 juta,” tandasnya.
- Calonkan Kader Sendiri di Pilpres 2024, Anis Matta Puji PDIP dan PKB
- Inilah Partai yang Jadi Partai Pilihan Milenial
- Komnas HAM Akui Sulit Ungkap Kasus Pelanggaran HAM Berat Karena Libatkan Kekuasaan