Masyarakat dari berbagai elemen kembali menggelar demo di depan kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Kamis (5/3).
- Pengendalian Covid-19 Membaik, Kemnaker Masifkan Penyaluran BSU
- Jembatan Ngaglik Poros Nasional Lamongan-Surabaya Ambles, Warga Sempat Dengar Suara Keras
- Hendak ke Masjid, Pimpinan RMOL Bengkulu Ditembak Orang Tak Dikenal
Baca Juga
Demo kali ini merupakan yang ke 8 kali sekaligus lanjutan dari kegaduhan yang terjadi di Pendopo Sabha Swagata Belambangan, Pemkab Banyuwangi, Selasa (3/3) lalu, saat audiensi sejumlah elemen masyarakat dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas terkait penyewaan Pulau Tabuhan ke investor asing dalam hal ini perusahaan EBD Paragon asal Singapura.
Tuntutan mereka tetap sama, yakni menolak penyewaan Pulau Tabuhan dan mencabut Izin Usaha Pertambangan status Operasi Produksi (IUP-OP) PT Bumi Suksesindo (BSI) dan status Eksplorasi (IUP Eksplorasi) PT Damai Suksesindo (DSI).
“Sewa Pulau Tabuhan di Wongsorejo dan ijin pertambangan di Sumberagung Tumpang Pitu telah menimbulkan gaduh,” kata orator aksi, Muhammad Helmi Rosadi dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (5/3).
Karena itu pihaknya mendesak agar bupati membatalkan sewa Pulau Tabuhan dan mencabut izin tambang emas Tumpang Pitu.
Direktur Pusat Studi dan Advokasi Hak Normatif Pekerja (PUSAKA) ini menjelaskan, akibat dari dua masalah tersebut, muncul kelompok pro investasi dan kelompok yang menolak. Hal itu terlihat saat audensi kemarin yang berakhir ricuh.
"Pertemuan itu menjadi gaduh. Bupati Anas sudah menjabat dua periode. Harusnya fokus sampai akhir jabatan, tidak perlu ada kegaduhan baru. Ini sesuai sumpah dan jabatannya ketika dilantik menjadi bupati," lanjutnya.
Sementara warga Bangsring, Wongsorejo, Ainurrochman, mengatakan aksi ini sebagai bentuk protes terhadap Bupati Anas, yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat.
"Ada kegaduhan. Berarti ini sudah krisis sosial. Saya tegaskan bahwa sampai saat ini masyakarat Bangsring menolak penyewaan Pulau Tabuhan. Masyakarat Bangsring itu agamis," kata Ainurochman.
Kalaupun ada yang terlihat setuju kebijakan tersebut, lanjutnya, itu hanya masyarakat biasa yang memang diberi jargon oleh pemerintah. "Padahal aslinya menolak," pungkasnya.
Berbagai elemen hadir dalam aksi tersebut, di antaranya Forum Peduli Banyuwangi (FPB), pegiat lingkungan, ormas, tokoh masyarakat, dan warga Wongsorejo.
- Wisatawan di Bali Mulai Meningkat, Kapolri Minta Prokes Diperketat
- 10 Jam Diguyur Hujan, Jalur Gunung Gumitir Jember Longsor
- Tragis, Begini Kisah Nakes di Papua yang Selamat usai Dilempar ke Jurang oleh KKB