Putusan Gugatan Wisma Persebaya Mengutip Putusan Kasus Pulau Simpadan dan Ligitan

Ada yang menarik dalam amar putusan gugatan Wisma Persebaya yang dilayangkan PT Persebaya Indonesia terhadap Pemkot Surabaya. Pada amar putusannya, majelis hakim yang diketuai Martin Ginting mengutip putusan Pengadilan Internasional terkait sengketa Pulau Simpadan dan Ligitan antara Malaysia dengan Indonesia.


Didalam putusan sengketa dua pulau tersebut, majelis hakim memberikan gambaran tentang kekalahan Indonesia meski memiliki bukti sertifikat, namun objek sengketa dikuasai lebih dari 20 tahun oleh Malaysia.

"Tanah negara bebas tidak dapat diartikan demikian. Tapi dapat dilihat sejak kapan objek sengketa dikuasai oleh pihak, meski ada pihak yang memiliki sertifikat, seperti dalam perkara Pulau Simpadan dan Ligitan,"ujar hakim anggota Yohannes Hehamony dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan pertimbangan hukum dalam amar putusannya diruang sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (10/3).

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim pemeriksa perkara nomor 947/Pdt.G//2019/PN.Sby mengabulkan gugatan yang diajukan PT Persebaya Indonesia terhadap Pemkot Surabaya atas Wisma Persebaya di Jalan Karanggayam Surabaya.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak seluruh eksepsi pihak tergugat yakni Pemkot Surabaya dan mengabulkan sebagian gugatan penggugat serta menyatakan Pemkot Surabaya terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.

Majelis hakim juga menyatakan sertifikat hak pakai Nomor 5 Gelora Tambaksari seluas 49.400 meter persegi tertulis atas nama Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II Surabaya yang diterbitkan BPN Surabaya 28 Maret 1995, sepanjang mengenai lapangan Karanggayam, Gedung Wisma Persebaya lama dan Wisma Persebaya baru (dalam sengketa) tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Dari 11 permintaan yang diajukan penggugat, dua diantaranya tidak dikabulkan oleh majelis hakim, yakni terkait ganti rugi dan penguasaan objek sengketa Wisma Persebaya.