Diadili Kasus Korupsi Dana Hibah, Eks Bendahara KPU Lamongan 'Nyanyi'

Nihrul Bahi Al Haidar, penasehat hukum Irwan Setiyadi, terdakwa kasus korupsi dana hibah tahun 2015 di KPU Lamongan mengaku klienya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban dalam kasus tersebut. 


"Terdakwa ini posisinya bukan sebagai kuasa pengguna anggaran, dalam hal ini dia ada orang atasan yang punya tanggung jawab terkait keuangan di KPU,"terang Nihrul  dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat dikonfirmasi wartawan usai persidangan pembacaan surat dakwaan JPU Kejari  Lamongan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (11/3).

Pada wartawan, Nihrul berjanji akan membongkar keterlibatan sejumlah pihak yang belum disentuh oleh penegak hukum. Yakni, Muhajir, Sekretaris KPU yang menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran dan Joko Saronto selaku pejabat pembuat komitmen.

"Kita akan ungkap ini," ujarnya.

Dalam eksepsinya nanti, masih kata Nihrul, Dia akan mengupas terkait kerugian negara yang disebutkan dalam dakwaan JPU, dimana sejak keluarnya hasil audit BPK RI, Kliennya sudah tidak lagi menerima honor. 

"Ditahun 2015, terdakwa sudah tidak terima honor tapi mengapa kok masih kena dalam proses hukum ini," jelasnya.

Saat disinggung terkait kerugian negara dalam kasus ini, Nihrul mengaku klienya hanya menggunakan Rp 200 juta rupiah dari kerugian negara sebesar Rp 1,1 milliar lebih.

"Menurut pengakuan terdakwa hanya menggunakan  dua ratus juta. Ini ada sil yang belum ketemu, ini yang akan kita bongkar siapa saja yang bermain," pungkasnya.

Diketahui, Dalam kasus ini terdakwa Irwan Setiyadi didakwa dengan pasal berlapis yakni melanggar Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, jo Pasal 8 jo Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.


Dalam dakwaan tersebut, JPU Ali Prakoso membeberkan modus terdakwa Irwan Setiyadi saat melakukan penyelewengan dana hibah Pemilukada Lamongan tahun 2015. 
Modus tersebut diantaranya,  melakukan pembayaran tanpa surat perintah bayar yang ditanda tangani Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tanpa pengujian atas kebenaran hak tagih.

Merekayasa pembukuan belanja dengan melaporkan kegiatan yang tidak dilaksanakan dengan anggaran yang tidak sebenarnya, menyusun pembukuan belanja lebih tinggi dari yang sebenarnya, tidak menyetorkan pajak serta menggunakan sisa dana untuk kepentingan pribadinya.