Mereka Harus Berdamai dengan Sejarah Mereka

Oleh: Teguh Santosa


SETELAH Uni Soviet bubar di akhir 1991, Republik Armenia terkunci di sisi selatan Kaukasus, diapit Georgia di utara, Iran di selatan, Azerbaijan di timur, dan Turki di barat.

Armenia negara yang terbilang muda. Namun sesungguhnya, sejauh sejarah dapat mencatat, peradaban Armenia telah berdiri sejak sekitar 6.000 tahun lalu. Pada puncak keemasannya, Armenia meliputi wilayah yang cukup luas yang terbentang dari Laut Kaspia di timur hingga Laut Mediterania di barat.

Kini, setelah terkunci, Armenia menjadi junction point, titik persimpangan. Itu istilah yang digunakan Dutabesar Armenia untuk Indonesia, Yang Mulia Dziunik Aghajanian, dalam perbincangan dengan Republik Merdeka di kantornya, belum lama ini.

Dubes Aghajanian meraih gelar master jurusan Hubungan Internasional dari Columbia University, New York, Amerika Serikat. Ia juga mendapatkan gelar sarjana jurusan jurnalistik, selain jurusan sastra Inggris dari Yerevan University.

Menurut Dubes Aghajanian, di masa lalu Armenia menjadi titik pertemuan rivalitas antara blok Barat dan blok Timur. Kini pun menjadi titik pertemuan rivalitas antara berbagai kekuatan dunia yang sedang bertarung. Misalnya, AS dan Rusia, juga AS dan Iran, dan sebagainya.

Menyadari hal ini, Armenia dituntut untuk bisa mengambil sikap yang dapat menjamin stabilitas dan keamanan kawasan.

Hubungan Armenia dengan dua tetangga, Turki dan Azerbaijan, menjadi tema khusus yang kami bicarakan. Pokok persoalan dengan Turki, sebutnya, karena Turki menolak mengakui sejarah diri mereka sendiri. Menolak mengakui peranan bangsa Armenia yang ikut membangun Turki di masa lalu, juga menolak mengakui Genosida terhadap bangsa Armenia yang dilakukan Ottoman Turki di tahun 1915.

Sementara hubungan dengan Azerbaijan terkendala imajinasi Azerbaijan yang ingin menduduki Nagorno-Karabakh atau Republik Artsakh yang mayoritas penduduknya adalah bangsa Armenia.

Berikut sambungan dari wawancara dengan Dubes Republik Armenia Dziunik Aghajanian:

Ceritakan apa yang salah dengan Uni Soviet?

Saya akan sampaikan penjelasan saya. Kalau Anda mendengar penjelasan dari pihak Barat selalu dikatakan tentang kesulitan ekonomi. Tidak ada kesulitan ekonomi yang dapat berakhir dengan kehancuran Uni Soviet. Kami mengalami Perang Dunia Kedua dimana negara mengalami kehancuran lebih dari 40 persen. Tetapi negara kami ketika itu bisa bangkit dan menjadi salah satu kekuatan utama di dunia (major powers).

Satu-satunya perekat (glue) negara kami adalah kebijakan kebangsaan. Semua orang adalah bagian dari keluarga. Tetapi identitas mereka tidak dalam bahaya. Sekali saja identitas dalam bahaya, atau kebijakan kebangsaan dilangkahi, maka orang akan mulai berpikir: apa alasan untuk saya tetap bertahan dalam persatuan kalau itu membahayakan eksistensi saya.

Ini bukan saja tentang eksistensi fisik, tetapi juga eksistensi psikologi dan spiritual sebagai kesatuan.

Apabila sistem yang ada tidak mampu mengatasi hal ini, apalagi sampai menggunakan tentara untuk menekan rakyat, selanjutnya Anda akan berpikir apa keuntungan tetap berada dalam satu kesatuan yang membahayakan eksistensi. Seperti yang terjadi di Uni Soviet saat pertama kali tentara melawan rakyat, dan itu terjadi di Nagorna Karabakh untuk menekan demonstrasi damai oleh rakyat Armenia dan untuk menyingkirkan mereka. Itu adalah kali pertama di Uni Soviet dimana tentara digunakan untuk menghadapi rakyat. Seharusnya tentara tidak dilibatkan di urusan dalam negeri. Hanya polisi yang seharusnya menghadapi rakyat. Tentara seharusnya bertugas untuk mempertahankan garis batas negara, tidak untuk dibawa ke urusan dalam negeri.

Di Uni Soviet kami memiliki 19 kasus konflik seperti itu dan hanya didiamkan saja. Dan ketika situasi memungkinkan, dan rakyat mulai berpikir bahwa mereka tidak aman dan terlindungi dalam lingkungan tertentu, jadi mereka merasa lebih baik memisahkan diri, setelah itu pemisahan dimulai.

Armenia adalah yang pertama mendeklarasikan kemerdekaan. Kami mendeklarasikan kemerdekaan kami di bulan Agustus 1990.

Jadi itu satu tahun sebelum Uni Soviet runtuh? Apa yang mereka katakan?

Ya. Ketika itu ada hukum di Uni Soviet yang memperbolehkan republik di dalam Uni Soviet, otonomi oblasts, kelompok etnis yang padat memisahkan diri dari kelompok yang besar. Berdasarkan hukum itu, kami harus mendeklarasikan kemerdekaan dan kemudian melakukan referendum.

Jadi kami deklarasikan kemerdekaan di bulan Agustus 1990, dan setahun kemudian menyelenggarakan referendum di bulan September 1991 dimana lebih 98 persen populasi memilih untuk menjadi merdeka. Hari itu sekarang menjadi Hari Kemerdekaan kami, 21 September 1991.

Dan tiga bulan kemudian, 25 Desember 1991, Uni Soviet runtuh karena republik yang lain mengikuti jalan kami.

Dimana Anda saat itu? Di sekolah?

Tidak. Saya sudah lulus dari universitas. Saya sudah bekerja. Saya bergabung dengan Layanan Luar Negeri (Foreign Service) di tahun 1992. Di Uni Soviet, Armenia tidak memiliki Foreign Service. Kami hanya memiliki Layanan Protokol. Sementara Layanan Luar Negeri hanya ada di Moskow.

Kalau boleh saya bertanya, bagaimana Anda membandingkan kehidupan di era Uni Soviet dan sekarang?

Itu dua hal yang berbeda. Tentu saja saya melihat Uni Soviet kemungkinan besar pada puncak kemakmurannya. Saya melihat Uni Soviet menjamin pendidikan gratis untuk setiap orang, lapangan kerja untuk setiap orang, standar hidup minimum untuk setiap orang. Anda dapat menghidupi diri Anda sampai Anda meninggal dunia. Itu adalah Uni Soviet di masa saya.

Tetapi kalau Anda bertanya kepada ibu saya atau nenek saya mereka akan menjawab bahwa mereka menyaksikan Uni Soviet yang berbeda.

Lebih baik atau lebih buruk?

Ada kesulitan, dan ada tantangan. Di era 1930an ada banyak intelektual kami yang dibawa ke Siberia dan dibunuh. Jadi ini adalah Uni Soviet yang sama sekali berbeda. Nenek saya juga menyaksikan Perang Dunia Kedua, melalui kesulitan dan tantangan, bahkan kelaparan saat itu. Jadi Anda tidak bisa membandingkan hari ini dan masa lalu. Tetapi itu adalah negara yang sangat besar dengan pasar yang sangat besar. Yang menyediakan kesempatan yang besar bagi para profesional kami. Armenia adalah republik kedua terkecil di Uni Soviet. Tapi kami memiliki pendapatan per kapita terbesar kedua dan memiliki kelompok profesional yang sangat terdidik.

Bayangkan, terbiasa dengan peluang ini, lalu mengecil dengan pasar yang hanya tiga juta orang, dengan situasi diblokade total untuk beberapa tahun. Perbatasan dengan Turki dan Azerbaijan ditutup karena perang yang berlangsung di Nagorno Karabakh. Perbatasan dengan Iran terbuka tetapi tidak ada infrastruktur untuk transportasi karena tidak dikembangkan oleh Uni Soviet. Kami harus membuat yang baru. Perbatasan kami dengan Georgia hampir semuanya tertutup karena ada konflik internal di Georgia.

Jadi Anda mendapatkan Armenia, negara kecil, yang terkunci daratan (landlock), yang diblokade sampai-sampai grains yang digunakan untuk roti harus didatangkan dengan pesawat terbang. Bisa Anda bayangkan itu?

Dengan peluang sebesar itu, Anda tiba-tiba menemukan diri Anda di tengah semua kesulitan ini. Negara yang lebih dari 75 persen produknya diekspor tiba-tiba seluruh produksi ditutup walaupun produknya sangat industrial (highly industrial). Kami punya lebih dari 10 pabrik yang mempekerjakan lebih dari 10 ribu pekerja. Hampir semua institut penelitian di Uni Soviet memiliki cabang-cabang di Armenia, atau bahkan institut itu sendiri berada di Armenia.

Anda bisa bayangkan seperti apa dasar penelitian ilmiah yang ada di negara ini? Dari organisme hidup yang vibrant tiba-tiba mengecil menjadi kawasan kecil yang tujuan utamanya adalah bertahan hidup (survival).

Pada akhir era Uni Soviet, Armenia adalah negara yang memiliki tingkat pendapatan menengah ke atas. Ketika kami memisahkan diri, kami jatuh ke titik bukan nol, tapi minus. Dan kami harus mengulangi semuanya lagi. Sekarang kami sudah mencapai tingkat pendapatan menengah (middle level income) walaupun hampir semua kesulitan masih ada karena perbatasan kami dengan Turki dan Azerbaijan masih ditutup.

Bagaimana perbatasan dengan Iran dan Georgia?

Normal dan operasional. Tantangan politik dan geopolitik yang kami miliki masih ada. Karena ketegangan antara Barat dan Timur. Ketegangan antara Amerika Serikat dan Rusia, ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat, dan seterusnya, mempengaruhi kami dengan satu dan lain cara. Kami harus bekerja menemukan formula yang dapat menjamin stabilitas dan keamanan di kawasan kami, dengan tidak memberi kesempatan adanya garis pemisah karena setiap pemisahan dalam wilayah adalah merugikan semua orang. Sangat disayangkan hal tersebut tidak selalu dipahami seperti itu. Ini adalah kawasan yang kecil yang komposisi etnisnya kaya. Dua agama besar di dunia sebetulnya bertemu disana. Ini garis batas antara Kristen dan Islam.

Armenia adalah negara Kristen terakhir di wilayahnya dan Iran adalah negara Islam pertama. Ini adalah garis batas, ini adalah junction point. Selatan Kaukasus menjadi tempat dengan kombinasi semua kepentingan yang kompleks, mencerminkan kepentingan-kepentingan yang ada di dunia. Jika disana Anda mempunyai satu garis pemisah, satu pemisahan, itu hanya akan meledakkan kawasannya.

Jadi kami harus sangat hati-hati karena setiap perkembangan yang negatif akan menyakiti kami. Kami harus sangat waspada, sangat bijaksana dalam mengambil keputusan. Mungkin, seperti yang saya katakan tadi, melakukannya secara perlahan tetapi dengan perspektif sehingga pada akhirnya akan terbayar bukan untuk Armenia saja tetapi juga untuk seluruh kawasan.

Katakanlah dalam persitiwa di bulan Januari lalu, ketika Amerika Serikat membunuh petinggi militer Iran, Mayjen Qassem Soleimani. Di mana posisi Armenia?

Menteri Luar Negeri kami sudah membuat pernyataan, kami berharap situasi ini diselesaikan dengan cara damai. Kami tidak menginginkan ada peningkatan (escalation) ketegangan secara fisik, mental, psikologi, politik dan ekonomi.

Apakah Armenia menuding (pointing out) salah satu pihak?

Tidak. Karena kami tidak merupakan bagian dari tim yang melakukan investigasi. Kami tidak merupakan bagian dari pihak yang memberikan keputusan yang sedang dibuat. Kedua belah pihak cukup bijaksana dalam membuat keputusannya masing-masing, dan mereka juga cukup bijaksana untuk menenangkan situasi.

Lalu, di tengah konflik antara Rusia dan Amerika Serikat, dimana posisi Armenia?

Dengan Rusia kami memiliki hubungan strategis (strategic partnership). Dengan AS kami memiliki hubungan yang sangat baik (excellent relationship). Dan kami tidak berpihak (take side). Sangat sederhana. Sebetulnya kami bekerja dengan siapa saja. Kami bekerja dengan mereka yang memiliki pendekatan yang positif dan menguntungkan untuk kawasan kami.

Bagaimana dengan ketegangan antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat China?

Sama saja. Kami tidak menggunakan dalil: “Anda orang baik, dan Anda orang buruk”. Setiap orang baik dan buruk pada saat yang sama. Inilah situasinya. Anda harus melakukan itu (work it out). Kalau Anda cukup bijaksana, Anda bisa melakukan sedemikian rupa yang akan menguntungkan semua orang. Ini pilihan yang sulit, tetapi ini satu-satunya pilihan yang ada.

Dalam situasi yang dihadapi Armenia, ini satu-satunya pilihan. Indonesia dikelilingi oleh perairan. Armenia adalah landlock. Anda punya perairan banyak, Anda bisa melarikan diri lewat laut. Kami tidak bisa melarikan diri.

Dan di saat bersamaan Anda memiliki Turki dan Azerbaijan…

“Tetangga yang luar biasa” - saya menyebutnya dalam tanda petik.

Apakah Anda melihat cara untuk menyelesaikan masalah Anda dengan Turki dan Azerbaijan?

Dengan Turki. Ceritanya panjang. Tetapi, pertama, mereka harus berdamai dengan sejarah mereka. Kecuali mereka melakukan itu, saya kira tidak jalan bagi kami untuk maju ke depan. Karena mereka sendiri terjebak pada semua hal keyakinan yang mereka ciptakan sendiri berdasarkan pada kebohongan dan penolakan terhadap peran yang dimainkan oleh rakyat Armenia dalam sejarah mereka yang lebih dari 600 tahun. Bangsa Armenia memainkan peranan besar dalam proses pembangunan negeri itu sesunguhnya.

Kalau Anda lihat apa yang telah dilakukan bangsa Armenia di Turki, rumah sakit pertama didirikan bangsa Armenia, tim sepakbola pertama didirikan bangsa Armenia, dan seterunya. Kalau Anda melihat sejarah, pada apa-apa yang sesungguhnya telah dilakukan oleh bangsa Armenia untuk negara itu Anda akan menyadari bahwa satu-satunya cara adalah dengan mengakui sejarah negara itu sendiri.

Begitu Anda mengakui sejarah Anda sendiri, bagaimanapun sakitnya itu, mereka harus mengakui Genosida bangsa Armenia. Tanpa hal itu dilakukan, akan seperti rasa sakit atas luka yang ada (perpetual wound). Ini akan terus mengucurkan darah, berdarah, dan berdarah.

Agar luka itu bisa sembuh, Anda harus mengakui bahwa luka itu memang ada. Bagian terbesar dari Genosida terhadap bangsa Armenia terjadi pada tahun 1915 dan berlangsung sampai 1923.

Tetapi negara Turki yang kita kenal sekarang belum eksis…

(Itu terjadi) pada era Ottoman Turki.

Dan Ottoman Turki sudah tidak ada…

Ya. Kami katakan bahwa Ottoman Turki melakukan (committed) kejahatan Genosida terhadap bangsa Armenia. Penolakan yang dilakukan pemerintahan Turki yang kita kenal saat ini membuat mereka terlibat dalam kejahatan yang terjadi. Bila mereka tidak menolak dan menerimanya, itu akan menjadi hal yang berbeda. Tidak ada yang mengatakan mereka (Turki) melakukan itu, karena terjadi di Ottoman Turki. Tetapi mereka (Turki) menolak untuk mengakui hal itu. Mereka (Turki) merevisi sejarah mereka dan mengajarkan pada setiap generasi di negara itu bahwa peristiwa tersebut tidak pernah terjadi.

Jadi, semua sejarah mengenai dataran tinggi (highland) Armenia selama ribuan tahun yang didiami bangsa Armenia, yang sebetulnya dipenuhi dengan kreasi budaya bangsa Armenia, biara, gereja, kuil, dan lain-lain, yang terus mereka hancurkan untuk menghilangkan setiap jejak (foot print) bangsa Armenia, tiba-tiba dalam waktu singkat penduduk aslinya hilang. Bagaimana itu bisa terjadi?

Jadi Armenia meminta (request) agar Turki mengakui hal itu?

Ini bukan permintaan. Bila kita ingin hidup bersama, mereka harus menerima sejarah mereka sendiri. Mereka harus menerima bahwa sejarah mereka meliputi halaman khusus tersebut.

Pembantaian itu menjadi halangan bagi Turki untuk menjadi Uni Eropa?

Ya, itu salah satu isunya.

Lalu bagaimana dengan Azerbaijan?

Dengan Azerbaijan ceritanya berbeda. Berkaitan dengan sejarah di awal abad ke-20, terkait dengan dua wilayah Armenia, yaitu Nagorno Karabakh dan Nakhchivan yang ditempatkan di bawah Republik Soviet Sosialis Azerbaijan oleh Stalin, bertentangan dengan keinginan rakyat dan keputusan Biro Kaukasus, berdasarkan perjanjian dengan Turki.

Ketika itu, Bolsheviks pikir bahwa kepemimpinan Turki mengikuti ideologi yang sama. Mereka berikan kedua wilayah ini kepada Azerbaijan untuk memuaskan permintaan Turki.

Itu sebelum Perang Dunia Kedua?

Itu terjadi di awal abad ke-20, kita bicara tentang era 1920an ketika semua wilayah di Sovietkan. Jadi Nagorno Karabakh dan Nakhchivan diberikan kepada Azerbaijan.

Pada masa awal Nagorno Karabakh diserahkan kepada Azerbaijan, masih ada hubungan dengan Armenia. Sebuah daerah administratif yang dinamakan Red Kurdistan dibentuk untuk memisahkan Armenia dengan Nagorno Karabakh. Tetapi di era 1930an, waktu Konstitusi Baru diadopsi, pemerintah SSR Azerbaijan mengubah garis batas Otonomi Oblast Nagorno Karabakh dan memasukkannya ke dalam teritori mereka dan menciptakan buffer zone antara Armenia dan Nagorno Karabakh. Dan mereka mulai memindahkan orang Azerbaijan ke daerah itu. Setelah itu Azerbaijan bisa mengurangi populasi Armenia dari tanah leluhur mereka dan mengambil kawasan itu sebagai milik mereka.

Sebelum Uni Soviet berdiri, tidak ada satu negara pun di muka bumi yang disebut Azerbaijan. Anda bisa merujuk keputusan Liga Bangsa Bangsa yang mengatakan bahwa aplikasi yang disampaikan Azerbaijan agar diakui sebagai negara ditolak LBB. Salah satu alasannya adalah Azerbaijan berusaha mengklaim teritori yang tidak dikontrol. Sebagian dari teritori itu adalah Karabakh dan Nakhchivan.

Di masa Uni Soviet, Republik Soviet Sosialis Azerbaijan baru diciptakan. Batas-batas yang dimilikinya bersifat administratif, tidak pernah diakui secara internasional, dan tidak pernah menjadi negara yang independen sebelumnya.

Ketika Uni Soviet bubar, Azerbaijan menjadi independen. Tetapi sebelum itu, Nagorno Karabakh melakukan referendum. Pada Agustus 1991 mereka mendeklarasikan kemerdekaan berdasarkan undang-undang yang sama yang digunakan oleh Armenia saat menyatakan kemerdekaan setahun sebelumnya, dan setelah itu digunakan oleh Azerbaijan untuk mendeklarasikan kemerdekaan.

Undang-undang memberikan hak sebagai oblast otonom bersama dengan republik lain yang ada di Uni Soviet untuk memutuskan apakah mereka ingin tetap tinggal Bersama Uni Soviet, apakah mereka mau bergabung dengan negara lain, atau apakah mereka mau menjadi negara independen.

Nagorno Karabakh menyampaikan deklarasi kemerdekaan dan pada 10 Desember melakukan referendum dimana rakyatnya mengatakan mereka ingin menjadi negara independen. Jadi pada tanggal 10 Desember 1991 Karabakh merdeka.

Ketika Uni Soviet diputuskan bubar (dissolved), Karabakh sudah menjadi negara independen. Ketika Azerbaijan menjadi independen sebagai hasil dari runtuhnya Uni Soviet, Karabakh sudah lebih dahulu merdeka. Jadi Azerbaijan tidak dapat melakukan klaim apapun terhadap teritorinya.

Sebagai tambahan, Azerbaijan mendeklarasikan bahwa mereka adalah penerus dari republik pertama yang ada di tahun 1918 sampai 1920, yang oleh LBB tidak pernah diakui. Karabakh tidak pernah menjadi bagian dari negara tersebut.

Ketika Azerbaijan merdeka, mereka sesungguhnya tidak pernah mengontrol Karabakh. Jadi secara legal Karabakh tidak pernah menjadi bagian dari Azerbaijan yang independen.

Diklaim, tetapi ia (Karabakh) tidak pernah menjadi bagian darinya (Azerbaijan). Jadi ini adalah isu politik. Apa yang mereka klaim sesungguhnya tidak pernah menjadi milik mereka.

Apapun yang pernah ada adalah sebuah batas wilayah administratif di Uni Soviet. Secara sejarah tidak pernah menjadi milik mereka, secara hukum juga tidak pernah menjadi milik mereka, secara politik juga bukan punya mereka. Karena sejak Karabakh memenangkan pertempuran, ia mengontrol teritorinya sendiri, secara sah memilih pejabat mereka, dan seterusnya. Secara ekonomi Azerbaijan juga tidak mengontrol Karabakh. Ini hanya ambisi yang mereka tidak bisa penuhi.

Jadi mereka tidak pernah menyentuh Nagorno Karabakh?

Mereka pernah mencoba, tetapi tidak berhasil. Upaya terakhir mereka di tahun 2016. Perang terjadi selama empat hari, dan mereka kalah. Azerbaijan menyerang Nagorno Karabakh sepanjang garis kontak.

Penjelasan Anda ini seperti membawa saya ke Abad Pertengahan…

Ya, dalam satu hal Anda bisa merasakan seperti itu. Karena kebencian dan histeria anti Armenia yang tumbuh di tengah masyarakat Azerbaijan. Hal itu sangat membahayakan. Dari taman kanak-kanak mereka mengajarkan anak-anak untuk membenci Armenia dan rakyat Armenia mengajarkan mereka untuk mengklaim Karabakh sebagai wilayah mereka.

Karabakh juga tidak merupakan bagian dari Armenia?

Tidak. Dia adalah negara yang independen. Satu-satunya pintu adalah Armenia. Tentu saja kami mendukung mereka. Tetapi mereka memiliki ekonomi mereka sendiri. Mereka memiliki presiden sendiri, parlemen, pemerintahan, tentara. Dalam hal tingkat demokrasi, bila Anda melihat website Departemen Luar Negeri, Anda akan menemukan Kaarabakh memiliki ranking yang lebih tinggi dari negara-negara lain di Kaukasus Selatan.

Tetapi mereka tidak di PBB?

Tidak. Karena mereka tidak diakui. Itu sebabnya negosiasi sedang berlangsung untuk menemukan solusi damai.

Saya pernah diundang oleh Komisi Dekolonisasi PBB pada tahun 2011 dan 2012, dan saya tidak menemukan Karabakh di dalam daftar Non Self-Governing Territory…

Tidak. Karena hampir semua teritori yang ada di dalam daftar itu dari sebelum 1990. Setelah 1990, tidak ada yang dimasukkan ke dalam daftar itu. Juga karena Organisasi Keamanan Eropa (OSCE) menangani konflik ini. Ada aturan yang tidak tertulis yang mengatakan apabila organisasi kawasan menangani satu konflik, maka PBB hanya akan mengikuti perkembangan dan dukungan organisasi kawasan itu.

Awalnya di tahun 1993, ada empat resolusi Dewan Keamanan PBB. Setiap kali dikeluarkan, resolusi selalu meminta agar kekerasan dihentikan, dan meminta Armenia untuk meyakinkan bangsa Armenia di Nagorno Karabakh untuk menghentikan aksi militer dan menarik pasukan, dan seterusnya. Juga Azerbaijan diminta untuk memberikan akses kemanusian yang tidak pernah mereka lakukan.

Setiap kali diminta untuk gencatan senjata, Armenia di Karabakh selalu mengikuti permintaan itu, Azerbaijan mengumpulkan lebih banyak kekuatan, dan melanggar gencatan senjata.

Setiap kali mereka melanggar gencatan senjata, mereka akan kehilangan kawasan yang lain.

Jadi setelah resolusi keempat, Dewan Keamanan PBB berhenti meminta penghentian kekerasan. Dan di tahun 1994, persisnya di bulan Mei, perjanjian gencatan senjata disepakati tiga pihak, yaitu Nagorno Karabakh, Azerbaijan, dan Armenia, yang bertahan sampai sekarang.

Dan tidak ada satu pun penjaga keamanan di wilayah itu. Kesepakatan itu bertahan karena secara strategis Azerbaijan tidak bisa mengungguli Armenia di Nagorno Karabakh. Kalau mereka pikir bisa menang, mereka akan mulai perang. Dan itu mereka lakukan di tahun 2016.

Mengapa mereka kalah di tahun 2016?

Bila Anda berdiri untuk membela rumah Anda, itu adalah satu hal. Bila Anda berusaha mengambil rumah orang lain, itu hal yang berbeda.

Di tahun 1992, ketika Karabakh pertama kali menghadapi Azerbaijan, mereka berjuang dengan senjata pemburu. Mereka tidak punya senjata militer karena semua senjata diserahkan oleh tentara Soviet di Azerbaijan kepada Azerbaijan.

Jadi semua populasi yang tinggal di Karabakh adalah bangsa Armenia?

Ya, mereka semua bangsa Armenia. Dalam Bahasa Armenia daerah itu disebut sebagai Artsakh. Nagorno Karabakh adalah nama dalam Bahasa Turki.

Mengapa Anda menggunakan nama itu juga (Karabakh)?

Sebab secara politik itu adalah nama yang digunakan untuk otonom oblast di Uni Soviet.

Pertanyaan terakhir. Indonesia kini adalah anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Apa yang Anda harapkan dari Indonesia?

Anda (Indonesia) bisa melakukan banyak hal. Dewan Keamanan PBB adalah salah satu pembuat kebijakan besar di tengah komunitas internasional, juga pembuat kebijakan yang paling efektif.

Indonesia melakukan pekerjaan yang baik dalam membawa persoalan yang juga menjadi perhatian kami. Mereka mengorganisir berbagai debat dalam persoalan-persoalan yang penting. Jika Indonesia juga mencoba mempertemukan posisi dalam menghadapi tantangan global, itu akan lebih berguna (beneficial). Kita melihat ada banyak perbedaan (division) di Dewan Keamanan PBB. Dibutuhkan semacam mediator yang bijaksana agar muncul formula yang bisa memperluas tujuan tanpa merusakan situasi yang ada.

Banyak yang mengatakan bahwa PBB tidak sempurna…

Tidak ada yang sempurna. Yang membuat sempurna adalah anggotanya. PBB bukan Lembaga supranasional yang membuat keputusan keputusannya sendiri da. Anggotanya lah yang membuat keputusan, dan PBB hanya mengimplementasikannya.

Bagaimana Anda melihat hak veto yang ada? Apakah ini adil menurut Anda?

Anda tahu, dalam politik keadilan (fairness) tidak bekerja. Setidaknya itu adalah persetujuan yang dicapai setelah Perang Dunia Kedua, membuat dunia kurang lebih damai. Ini bukan persoalan keadilan. Saya tahu, bila situasi berubah, politik dunia berubah. Beberapa kekuatan naik, beberapa kekuatan turun. Situasi yang paling baik adalah saat kita tidak membutuhkan hak veto. Itu artinya, negara-negara yang duduk di Dewan itu dan negara-negara yang lain cukup cerdas untuk menemukan solusi daripada membawanya menjadi persaingan dan kemudian membutuhkan hak veto.

Itu menghentikan sebuah resolusi untuk diadopsi, tetapi itu tidak mengubah situasi. Anda melihat banyak resolusi yang diveto tidak mengubah keadaan. Tetapi bila mereka berusaha memaksakan posisi mereka kepada anggota yang lain, itu tidak berguna juga. Karena hari ini mereka memiliki satu posisi, besok mereka berpikir yang secara total berbeda arahnya. Jadi kalau Anda terus mengubah maksud dan arah organisasi, Anda tidak menghargai organisasi.