Penghapusan PPh 21 Sudah Tepat, Jangan Diperkeruh Dengan Omnibus Law Ciptaker

Kebijakan penghapusan PPh 21 disambut baik, karena akan meningkatkan daya beli buruh senilai potongan pajak tersebut.


Namun, hal yang juga harus diperhatikan adalah nilai harga-harga beberapa barang kebutuhan pokok di pasaran mulai meningkat.

Hal ini dikatakan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (14/3).

"Seperti harga minyak goreng, gula, telur, dan harga bensin premium yang belum turun di tengah anjloknya harga minyak dunia. Sehingga nilai potongan pajak tersebut akan tergerus oleh inflasi harga barang tersebut," tegasnya.

Di samping itu, juga perlu dihitung kembali apakah hilangnya nilai PPh 21 yang masuk kas negara seimbang dengan penambahan nilai daya beli para buruh tersebut, karena faktor wabah virus Corona sudah mengakibatkan perusahaan banyak yang merumahkan pekerjanya. Terutama di sektor labour intensive seperti garmen, tekstil, penerbangan, pariwisata, komponen elektronik, dan lain-lain.

Akibat dirumahkan, terjadi penurunan pendapatan buruh akibat para buruh dirumahkan. Misal hilangnya tunjangan transport, kehadiran, tunjangan lainnya, serta pemotongan gaji berlaku di beberapa perusahaan.

Menurut Iqbal, ini terjadi sejak satu minggu diumumkannya ada penderita Corona oleh pemerintah dan menurunnya output produksi perusahaan akibat menurunnya raw material manufaktur dan menurunnya jumlah turis.

"Sehingga sebelum ada potongan pajak pun daya beli buruh sudah turun karena gaji mereka sudah berkurang 40 persen akibat tidak ada pekerjaan seperti di Bali, Batam, Jakarta, Medan, dan Surabaya," kata Said Iqbal.

Pada prinsipnya, KSPI mengapresiasi langkah pemerintah tersebut dan secara bersamaan penanganan pademik corona harus cepat diselesaikan agar bisnis kembali normal. Dan jangan menambah masalah dengan mengajukan omnibus law RUU Cipta Kerja yang ditolak seluruh kalangan buruh dan masyarakat umum.