Gaduh Pernyataan Walikota Malang Soal Lockdown, Jurnalis Tuntut Minta Maaf

Berita Pemerintah Kota Malang yang akan lockdown atau menutup akses keluar-masuk Kota Malang, akibat pencegahan terhadap penyebaran virus corona atau Covid-19 yang diunggah pada 16 Maret 2020 oleh beberapa media online atau televisi menjadi polemik di media sosial (Medsos).

Gaduhnya Medsos dipicu, pasca Wali Kota Malang Sutiaji dalam akun Instagram @sam.sutiaji dengan menyatakan, "Saya tidak akan me-lockdown Kota Malang. Lockdown adalah kewenangan Presiden. Sutiaji Wali Kota Malang. Terima kasih rekan-rekan media yang mengklarifikasi berita yang benar," terang Sutiaji meralat pemberitaan sebelumnya, Senin (16/3) lalu.

Dari pernyataan itu, secara tidak langsung membatah berita- berita yang diunggah media online. Sehingga munculnya reaksi netizen di Malang. Diantaranya munculnya postingan bahwa media-media online memberitakan hoax dan komentar pedas pun dilontarkan oleh netizen di Medsos, baik itu Twitter atau Facebook.

Seperti dalam akun twitter @leafyschlumber men-tweet dengan melampirkan berita yang sudah tayang di salah satu media nasional.


"Di saat seperti ini, media berita adalah sesuatu yang bangsat, cuma nyari rating doang cvk. Harusnya ngga bikin masyakat panik bikin hectic."

Lalu, akun Facebook Yessy Amalia dengan membagikan postingan di salah satu group Facebook Informasi Malang Raya (IMR) yang berisi: "Untuk informasi berita yang muncul dibeberapa situs online bahwa kota Malang akan ditutup untuk akses keluar masuk itu HOAX ya, sudah diklarifikasi oleh bpk Walikota Sutiaji di Radio City Guide 911 FM bahwa tidak ada penutupan akses karena yg memberi wewenang untuk lockdown adalah pemerintah pusat, lengkapnya saya share ini. Keep calm dulur, jangan panik . Semoga kita semua diberi kesehatan dan dijauhkan dari penyakit berbahaya," sebutnya dengan melampirkan pernyataan rekaman Walikota Malang.

Dari postingan itu ada beragam komentar pedas, seperti akun Aris Suryawan, "Parah ya, hoax tersebar di media2 nasional yg selama ini dianggap kredibel".

Selain itu, akun Ocnok Ewed berkomentar "Media sll bikin hoax".

Menanggapi hal itu, puluhan jurnalis yang tergabung di forum Jurnalis Malang Raya (JMR) menyatakan sikap mendesak Wali Kota Malang H. Drs Sutiaji segera menyampaikan permintaan maaf di media massa dan media sosial.

Hal ini seperti yang diungkapkan Arief jurnalis Memorandum selaku perwakilan JMR.

Arief mengungkapkan kegaduhan di Medsos itu berawal usai Walikota Malang membuat status di Istagram. Yang artinya, secara tersirat menuduh media sebelumnya tak benar atau berita palsu atau fake news.

"Alhasil, banyak warganet menyalahkan wartawan salah kutip, wartawan melebih-lebihkan, wartawan memelintir, wartawan penyebar hoax dan wartawan salah menginterpretasi wawancara," tegasnya pada Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (17/3).

Arief juga menekankan, bahwa menggunakan media sosial untuk klarifikasi sekaligus menyalahkan wartawan (wartawan yang dianggap buat klarifikasinya) kurang elok. Kesannya jadi cuci tangan. Wali Kota patut memberi contoh dalam literasi media digital.

Tak hanya itu, Arief juga membeberkan kronologis, bahwa para jurnalis menurunkan berita berdasarkan wawancara di Balai Kota Malang dengan Walikota pada Senin, 16 Maret 2020, pukul 10.03 WIB.

"Adapun yang diberitakan teman-teman itu sesuai apa yang dikatakan Walikota Malang. Dan kami dengan puluhan jurnalis lainnya juga mendengarkan secara bersama apa yang dikatakan oleh Walikota Malang, Sutiaji. Jadi, berita tersebut telah memenuhi kaidah jurnalistik. Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber, serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)," tegasnya.

Tak lama kemudian, lanjut Arief, Wali Kota Sutiaji kemudian mengklarifikasi pernyataannya di ruang kerja sekitar pukul 16.00 WIB.

Pada pernyataan kedua atau klarifikasi ini, Wali Kota menjelaskan tidak ada pernyataan menutup akses keluar masuk Kota Malang dalam wawancara pertama. Ia menyebut akses keluar masuk hanya untuk tamu daerah atau studi banding.

"Padahal dalam rekaman wawancara pertama, Sutiaji ditanya sampai ditanya sampai 3 kali, penutupan tidak ada kata tamu daerah atau studi banding. Bahkan ada salah satu jurnalis mempertanyakan, SOP penerapan penutupan akses keluar-masuk dijawab nanti dibahas," tandasnya.

Terakhir, Arief juga menekankan, bahwa jika para pihak yang keberatan dengan pemberitaan bisa mengajukan Hak Jawab seperti yang disediakan dalam UU Pers ke media bersangkutan. Jika tak puas bisa melaporkannya ke Dewan Pers.