Penyuap Bupati Sidoarjo Disidang Melalui Online

Pengadilan Tipikor Surabaya mulai menerapkan sidang online melalui teleconfrence. Hal ini terlihat dalam persidangan Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi, dua terdakwa kasus penyuapan Bupati Sidoarjo Syaiful Ilah. 


Dari pantauan di ruang sidang Candra, oleh KPK, Kedua terdakwa tidak dihadirkan diruang sidang. Keduanya menjalani sidang dari Rutan Medaeng melalui teleconfrence, sedangkan jaksa penuntut umum dari KPK dan tim penasehat hukum kedua terdakwa tetap berada dalam ruang sidang.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh JPU KPK yaitu Arif Suhermanto, Andhi Kurniawan dan Ahmad Burhanudin mengurai perbuatan Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi tersebut sudah dilakukan sejak bulan Juli 2019 hingga Januari 2020.

"Awalnya, pada Juli 2019 PT Kharisma Bhina Kontruksi milik terdakwa Ibnu Ghofur ditetapkan oleh Pokja sebagai pemenang lelang proyek jalan Candi-Prasung Sidoarjo dengan penawaran Rp 21,5 miliar,"terang JPU Arif Suhermanto dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan surat dakwaanya, Senin (30/3).

Namun, masih terang jaksa, penetapan tersebut mendapat sanggahan dari rekanan lain yang ikut menawar. Untuk menyelamatkan proyek Dinas DPU BMSDA yang diinginkan tersebut, Ghofur berdiskusi dengan Totok Sumedi dan memutuskan meminta bantuan Bupati Saiful ilah.

"Terdakwa Ghofur lalu menelfon dan meminta bantuan Bupati Saiful Ilah menelfon Sangaji dan Judi Tetrahastoto, PPkom Dinas DPU BMSDA. Permintaan itu disanggupi Saiful Ilah dengan meminta uang untuk kepentingan pribadinya. Ghofur akhirnya memenangkan proyek senilai Rp 21,4 miliar," lanjut Arif Suhermanto.

Usai berhasil, Ghofur dan Totok lalu menginginkan proyek pekerjaan lain. Keduanya lantas menemui Pokja pengadaan barang dan jasa Kabupaten Sidoarjo di Surabaya. Selain itu, proyek besar di Dinas P2CKTR juga ikut diborong.

Alhasil, terdakwa Ghofur mendapat pekerjaan Pasar Porong dengan kontrak Rp 17,4 miliar. Kemudian proyek Wisma Atlet Sidoarjo sebesar Rp 13,4 miliar dan proyek peningkatan Afr Kali Pucang Pagerwojo sebesar Rp 5,5 miliar.

Sedangkan terdakwa Totok mendapat pekerjaan peningkatan jalan Kendalpecabena-Kedung Banteng senilai Rp 2,3 miliar. Kemudian, proyek pemeliharaan saluran Kanal Mangetan IV Gedangan sebesar Rp 430 juta dan sejumlah proyek penunjukan langsung.

"Yaitu pemeliharaan saluran Desa Wonomelati Krembung, pemeliharaan Jalan Medaeng, pembangunan Jalan Paving Akses Jalan SMANOR Sidoarjo, pemeliharaan saluran Desa Kedungturi-Ngingas Kecamatan Waru dan pemeliharaan Saluran Desa Sidorejo, Krian," jelas Arif Suhermanto.

Dijelaskan Jaksa, atas proyek-proyek yang dikerjakan tersebut kedua terdakwa memberikan uang suap secara bertahap hingga Rp 1,675 miliar sejak bulan Agustus 2019 hingga terjaring tangkap tangan pada 7 Januari 2020 di Pendopo Sidoarjo, berikut kronologisnya :

Pada Agustus 2019 kedua terdakwa memberikan uang kepada Pokja sebesar Rp 190 juta. Pada bulan yang sama juga, terdakwa Totok kembali memberi uang sebesar Rp 190 juta.

Kemudian pada bulan September, kedua terdakwa memberikan uang kepada Sangadji sebesar Rp 300 juta dengan rincian uang Rp 100 juta untuk Sangadji dan uang Rp 200 juta untuk Bupati Saiful Ilah yang diserahkan di rumah dinas.

Pada bulan Oktober uang sebesar Rp 400 juta diberikan kepada Judi Tetra. Rinciannya uang Rp 200 juta diberikan saat Judi Tetra datang ke kantor terdakwa dan uang Rp 200 diberikan saat di Kantor Dinas PU DPM SDA.

Sementara pada bulan Desember 2019 terdakwa Ghofur memberi uang kepada Sangadji sebesar Rp 200 juta di salah satu hotel di Mojokerto. Uang tersebut lalu dibagi ke dua Pokja masing-masing menerima Rp 50 juta dan Rp 40 juta.

Pada bulan Januari 2020 pemberian uang tersebut berkali-kali. Pertama pada 3 Januari uang sebesar Rp 150 juta diberikan kepada Yanuar Santoso. Kemudian pada saat itu juga memberikan uang sebesar Rp 225 juta kepada Sunarti, Kadis PUBM SDA. Pemberian uang tersebut di salah satu rumah makan Sidoarjo.

Sedangkan menjelang OTT KPK, penyerahan uang dilakukan dua kali. Pertama pada siang hari terdakwa Totok memberikan uang sebesar Rp 40 juta kepada Judi Tetra di Kantor DPU BM SDA. Kemudian pada sorenya, Ghofur, Totok Sumedi dan Iwan Setiawan menemui Saiful Ilah di Pendopo Sidoarjo. Saat itulah Ghofur memberikan uang sebesar Rp 350 juta. Kejadian itu lalu di tangkap oleh tim KPK.

Meski demikian, kedua terdakwa didakwa JPU KPK dakwaan alternatif kesatu yaitu pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dan dakwaan alternatif kedua yaitu pasal 13 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Atas dakwaan tersebut baik Ghofur dan Totok tidak melakukan eksepsi.

Atas dakwaan tersebut, tim penasehat hukum kedua terdakwa tidak mengajukan keberatan.

"Sidang dilanjutkan ke pembuktian, silahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi-saksi ke persidangan selanjutnya," kata ketua majelis hakim Rohmad.

Terpisah, Hans Edward Hehakaya mengungkapkan alasannya tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa.

"Karena saksi-saksinya banyak, kita juga dibatasi dengan masa penahanan terdakwa. Karena itu kita minta lanjut ke pembuktian saja," pungkasnya.