Perppu Corona Jangan Dijadikan Akal-akalan Untuk Rampok Uang Negara

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik Covid-19 yang dikeluarkan pemerintah terus menuai kontroversi.


Pasalnya, dengan adanya Perppu ini dikhawatirkan bisa berpotensi terhadap penyalahgunaan wewenang. Seharusnya, pemerintah cukup mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang dinilai lebih efektif karena negara harus segera hadir melindungi warganya.

Begitu disampaikan mantan anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Yani dalam diskusi Mahutama (Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah) bertajuk "Menggugat Perppu Covid-19" yang digelar melalui telekonferensi, Sabtu (11/4), dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.

"Sudah menggambarkan pokok persoalan dari Perppu ini. Amanah dari konstitusi kita, hadirnya negara dan pemerintah itu untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia," kata Ahmad Yani.

Eks politisi PPP ini justru khawatir dengan Perppu corona itu dan turunan serta efek yang ditimbulkannya.

Sebab, beberapa pasal dalam Perppu seperti Pasal 27 ayat 2 dan 3 didapati kalusul "kebal hukum" anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam hal ini Menteri Keuangan dan pegawainya, sekretariat KSSK dan anggotanya, termasuk Bank Indonesia (BI), OJK, dan LPS.

Ahmad Yani mengatakan, berkaca era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Perppu saat Century Gate bergulir dan akhirnya ditolak mentah-mentah oleh anggota DPR. Belum lagi, skandal BLBI yang merugikan keuangan negara triliunan rupiah.

"Century, alhamdulillah oleh DPR 2004-2009 Perppu ditolak. DPR ajukan hak angket, hasil dari hak angket itu terjadi pelanggaran sana-sini. Mereka yang ambil jalan pintas," urainya.

Atas dasar itu, kata dia, jangan sampai pejabat negara dalam hal ini pemerintah memanfaatkan situasi pandemik Covid-19 untuk mengelabui rakyat dan menjadikan keterpurukan ekonomi sebagai dalil.

"Akal-akalan Perppu, jalan karpet merah untuk merampok uang negara. Kita punya sejarah bagaimana merampok uang negara dengan policy," kata Ahmad Yani.

"Pemerintah dalam hal ini kabinet memanfaatkan corona untuk menutupi tata kelola keuangan kita yang tidak bagus dan prudent dan tidak bertanggung jawab. Seolah dengan corona ekonomi kita bangkrut. Padahal ekonomi kita bangkrut, utangnya begitu besar," tandasnya menambahkan.

Selain Ahmad Yani, turut hadir sejumlah narasumber antara lain; Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Syaiful Bakhri, Wakil Dekan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Iwan Satriawan, gurubesar hukum tata negara Unsoed, Muhammad Fauzan, dan pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sulardi.