Silpa Capai Rp 743 Miliar, Pemkot Malang Dituding Tak Berpihak ke Rakyat di Tengah Pandemi Covid-19

Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) tahun 2019 Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mencapai Rp 743 miliar.


Dengan kondisi tersebut, serapan anggaran tidak maksimal dan menunjukkan masih buruknya tata kelola pengelolaan anggaran di daerah Kota Malang.

Apalagi dana sebesar itu tidak dialokasikan untuk kebutuhan mendesak seperti saat ini. Misalkan, dipergunakan untuk penanganan Covid-19.

Seperti diketahui, kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini dalam keadaan terpuruk. Sehingga, dalam hal ini Pemkot Malang menunjukkan minim keberpihakan terhadap masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Hal ini diungkapkan Janwan Tarigan, Unit Riset Malang Corruption Watch (MCW) dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Senin (4/5).

"Silpa ini tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Artinya, Pemkot Malang tidak ada iktikad baik untuk melakukan pembenahan serius. Apalagi kondisi itu diperparah, Pemkot Malang tidak mengalokasikan untuk kebutuhan mendesak saat ini. Utamanya di tengah wabah Covid-19 ini. MCW memandang Pemkot Malang harus membuat kebijakan serius penggunaan Silpa untuk penanggulangan Covid-19," tegasnya.

Sejauh ini, lanjut Tarigan, bahwa Pemkot Malang baru mengalokasikan dana dampak Covid-19 Rp 86 miliar. Padahal dampak sosial ekonomi masyarakat kian memprihatinkan.

Hal ini mengacu Pasal 155 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Telah menegaskan, bahwa anggaran Silpa tahun berjalan dapat digunakan untuk antara lain, pada poin (b) adalah mendanai kewajiban Pemerintah Daerah yang belum tersedia anggarannya. Selain itu, pada poin (f) berbunyi mendanai program dan kegiatan yang belum tersedia anggarannya.

"Bukan hanya jumlah pengidap Coronavirus Disiease (Covid-19) yang terus meningkat. Tapi dampak sosial ekonomi kian memprihatinkan. Sehingga, tidak rasional jika Pemkot Malang masih memusingkan sumber alokasi anggaran penanggulangan Covid 19. Sementara Silpa Kota Malang hingga tahun 2020 mencapai Rp 743 Miliar. Jumlah ini sangat cukup untuk memaksimalkan penanggulangan Covid 19 di berbagai lini, baik sektor kesehatan sosial maupun ekonomi," tandasnya.

Atas persoalan ini, lebih jauh Tarigan mengatakan, MCW menilai Pemkot Malang tidak kompeten mengelola uang rakyat (APBD) dan menyayangkan kondisi tersebut.

Padahal dalam Pasal 161 ayat 2 poin c PP No. 12 Tahun 2019, ditegaskan bahwa keadaan yang menyebabkan Silpa tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan.

Karena itu MCW mendesak Pemerintah Kota Malang segera menggunakan anggaran Silpa sepenuhnya demi memenuhi kebutuhan prioritas masyarakat Kota Malang saat pandemi Covid-19.

Dan Pemerintah Kota Malang diminta untuk segera membuka segala dokumen kebijakan penanganan Covid-19 dan anggaran secara rinci kepada publik secara serta merta, tersedia setiap saat, dan berkala sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Terakhir, DPRD didesak untuk melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mengawasi dan mengontrol kebijakan Pemkot Malang dalam penanganan Covid-19. Mendorong keterbukaan penggunaan Silpa, penghentian proyek yang masih terus dibangun, serta mendesak adanya keterbukaan anggaran oleh Pemkot Malang.

"Jika Pemkot Malang tidak melakukan hal itu, patut diduga bahwa sejak awal tidak memiliki itikad untuk terbuka dengan anggaran publik. Selain itu, DPRD Kota Malang harus segera melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mengawasi dan mengontrol kebijakan. Mendorong keterbukaan Silpa. Jika tidak, patut diduga juga DPRD menjadi bagian dari persoalan anggaran saat ini," pungkasnya.