Ratu Kembar

BAGONG NJAMBAL (20)


BEGAWAN Durna dan Patih Sengkuni kewirangan. Menghadapi priyayi-priyayi Ngamarta berdebat, mereka tidak kalah. Melawan Bagong, mereka kelimpungan. Padahal Bagong cuma Punakawan, wong kere, gedibal pitulikur, nyolok mripat.

Durna dan Sengkuni mundur alon-alon. Tak mau lagi berdebat, apalagi membalas tantangan Nata Mandura Prabu Baladewa.

Mereka sangat paham kemarahan Baladewa tidak akan bisa diredakan. Murkanya seperti guntur geni guntur angin. Menggelegar. Keras. Yang berada di sekitarnya porak-poranda. Bumi bergoyang hebat.

“Baladewa kalau marah nggilani. Wis ayo pulang saja Kakang Durna,” ajak Sengkuni.

“Iya, Dik Patih,” sahut Durna.

“Kami mohon undur diri anak Prabu Darmakusuma,” kata Durna diikuti Sengkuni.

Mereka mundur. Meninggalkan Ngamarta dengan pesan menyayat-nyayat. Pesan yang membuat priyayi-priyayi Ngamarta kewirangan.

Sepeninggal Durna dan Sungkuni, Kresna langsung menegur Bagong.

“Bagong, apa bener yang dibilang Kakek Durna tadi, menantang Koko Mandura?” Tanya Kresna.

“Ampun sinuwun Dwarawati, Durna tidak menantang!” Seru Bagong.

“Lhadalah, Bagong kok dipercaya,” Kresna beralih pandangan ke Baladewa, “Koko Prabu, Koko Prabu, tadi kenapa kok ngamuk-ngamuk. Yang dikatakan Bagong tidak benar. Panembahan Durna tidak menantang,” mata Kresna tertuju pada Baladewa yang belum hilang kekesalannya. 

“Lho aku tadi dengar Bagong bilang Baladewa kok diam saja. Tak pikir aku ditantang Durna. Bagong setan, manusia tidak punya aturan. Ternyata kowe wisuh lumuh ngentasi perkara, tidak mau tanggungjawab. Berani nantang Durna tapi aku yang kamu jagokan, dasar iblis,” umpat Baladewa pada Bagong.

Bagong tidak marah. Hanya tertawa dan berucap. “Lha sampeyan tadi kenapa kok nesu. Saya kan cuma bilang Baladewa kok diam saja. Lha sampeyan diam ya terserah, sampyean tumandang ya nggak apa-apa,” ujar Bagong cekikikan.

Kresna melerai keduanya. Bagong tidak salah, Prabu Baladewa juga tidak salah. Keduanya dianggap benar telah mengusir utusan Ngastina. Sebab memang sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.

Kedatangan utusan Ngastina ke Ngamarta tidak akan mengubah pendirian Prabu Darmakusuma memerangi keangkaramurkaan Prabu Welgeduwelbeh.

Namun ada satu hal yang dikhawatirkan Basudewa Kresna. Yakni kemunculan Ratu Kembar.

Pagebluk memang telah merusak sendi-sendi kehidupan negara. Negara kacau balau. Apalagi dipimpin Welgeduwelbeh. Kekuasan Welgeduwelbeh terlalu besar. Untuk ratu yang masih punya pikiran layaknya anak kecil, Welgeduwelbeh tidak akan kuat menyangga. Dia harus diingatkan, harus ditepuk bahunya agar sadar. Tidak seperti sekarang ini, selalu berhalusinasi dengan keadaan. Menggampangkan segala sesuatu dengan remeh temeh. Akibatnya, kebijakan Welgeduwelbeh carut marut. Pating pecotot. Ngawur. Orang-orang disuguhi aturan yang konyol. Sementara rakyat di luar sana menderita batin maupun fisiknya.  

Dengan adanya pagebluk, ditambah kekuasaan tiada batas Welgeduwelbeh yang morat marit, keadaan genting ini gampang disusupi. Ratu Kembar inilah yang ditugaskan Betari Durga untuk manjing ke jagat dan merusak seisinya.  

Akibat kehadiran Ratu Kembar ini, muncul watak-watak budi candala (nista). Para nailendra, ksatria, hingga pandhito, larut dalam keangkaramurkaan.

“Pagebluk seharusnya bisa menyatukan bangsa ini. Tapi gara-gara Welgeduwelbeh tidak sadar disusupi Ratu Kembar. Ratu Kembar ini memiliki kekuatan dahsyat. Mampu membolak-balikkan jagat dan seisinya. Semua tatanan kehidupan kacau balau.”

“Jagat bukannya rukun dan tentram, justru makin rusak. Orang-orang tidak berdosa jadi korban. Welgeduwelbeh dan cecunguk-cecunguknya makin doyan menghasut dan memupuk angkaramurka. Watak utama (kebaikan) hilang dari dalam diri manusia. Kawula dilarang pergi ke tempat-tempat peribadatan. Mereka dilarang bersilaturahmi satu dengan lain. Para suami dilarang menggauli istri. Anak-anak diambil haknya bermain dan belajar. Pagebluk dijadikan senjata menakut-nakuti rakyat. Bikin aturan seenaknya sendiri. Kalau tidak sreg, aturan diubah-ubah semaunya. Pejabat kerajaan bebas dari dipidana meski korupsi. Prajurit Lojitengara dan Ngastina makin beringas pada rakyat. Mereka bersatu menumpas rakyat,” ujar Basudewa.

Karena itu yang harus dihentikan, kata Kresna, kekuatan dan kekuasaan Ratu Kembar. Sebelum melawan Welgeduwelbeh, kekuatan dan kekuasaan Ratu Kembar harus dihentikan. Mereka yang selalu bikin ontran-ontran. Kehadiran Ratu Kembar bikin ruwet negara dan meresahkan.

Prabu Kresna khawatir tidak akan ada lagi kebaikan di dunia ini. Perang Baratayudha yang ditakdirkan para dewa sebagai perang melawan keangkaramurkaan akan berakhir sebelum waktunya.

“Apa yang didawuhkan Kakang Semar ada benarnya. Baratayudha adalah perang suci, bukan perang asal-asalan. Sebab di situ nantinya  terlihat sirnanya keangkaramurkaan, dan muncul watak utama. Baratayudha bukan bicara kerukunan dan ketentraman. Tapi menunjukkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Sing ala bakal sirna, sing becik bakal ketitik. Yang punya hutang bakal bayar. Yang punya janji bakal ditepati. Yang punya anak bakal amanah. Di situ tanda-tanda sumpahnya para ksatria, para pandhita, dan para raja, akan terlihat. Kalau pun sekarang Baratayudha harus dipercepat, kita tidak bisa berbuat apa-apa,” ucap Kresna.

“Namun untuk saat ini, keadaan sedang njomplang. Yang becik dadi ala, bener dadi luput, jejeg dadi bengkok,” imbuhnya.

Bagong penasaran dengan Ratu Kembar yang dimaksud Prabu Kresna.

Dia bertanya, “Ampun Sinuwun, siapa Ratu Kembar yang dimaksud. Seperti apa orangnya? Di mana kerajaannya?”

“Ratu Kembar itu punya kerajaan. Namanya Purakencana. Dipimpin ratu sakti. Prabu Dewantogo dan Dewasoro. Keduanya saat ini dampyak-dampyak di jagat. Bertugas membolak-balikkan hati manusia, mengubah kiblat manusia. Tiap orang diubah kiblatnya. Tiap orang disuruh tidak manembah pada Sing Makarya Jagat. Manusia sejagat dipupuk kebagusan dunia semata, seolah-olah kehidupan setelah kematian tidak penting. Setelah itu manusia terjerumus, menjadi manusia berwatak budi candala,” terang Kresna.  

“Weh ladalah. Kok seperti demit ya.”

“Husst jangan salah Bagong, Ratu Kembar ini manusia. Bukan jin, demit atau setan. Keduanya punya kadigdayan. Linuwih. Setelah dicipta Betari Durga dan diberi kerajaan magrong-magrong, mereka makin kuat dan perkasaterutama saat mengusik manusia.”

“Semar harus dikasih tahu ini, Sinuwun!”

“Bapakmu sudah paham. Sekarang bapakmu menghilang.”

“Lho kok malah kabur. Terus siapa yang menjadi pamomong para Pendawa. Dasar Semar tidak tahu diri. Kemarin menyuruh anaknya sowan ke Ngamarta dan meminta pusaka Jamus Kalimasada untuk bangun kahyangan agar pagebluk bisa hilang. Kok sekarang orangnya malah minggat,” umpat Bagong.

“Eh, Bagong jangan nesu ke bapakmu. Bapakmu mungkin sekarang hilang, tapi dia tidak benar-benar hilang. Mungkin lagi mencari solusi mengatasi permasalahan ini.”

“Terus apa yang mesti kita perbuat, sinuwun!” Bagong minta dawuh.

Kresna pun berdiri. Sejenak minta restu ke Prabu Darmakusuma. Lalu berkata kepada para Pendawa dan ksatria-ksatria Ngamarta.

“Sekarang tugas kita melawan Ratu Kembar. Para lancur Pendawa berangkatlah kalian ke kerajaan Purakencana. Turunkan Prabu Dewantogo dan Dewasoro dari dampar kekuasaan. Bahkan kalau perlu mati di medan perang diwujudkan. Ratu Kembar harus kita singkirkan dari jagat ini. Agar manusia-manusia kembali ke kiblatnya,” dawuh Kresna meski agak ragu dapat mengalahkan kekuatan Ratu Kembar tersebut.

Memang dibanding kekuatan Welgeduwelbeh, kekuatan Ratu Kembar tiada tertandingi. Bahkan para dewa belum tentu dapat mengalahkannya. Jika ksatria Ngamarta gagal mengalahkan Ratu Kembar, setidaknya Kresna punya rencana lain. Yakni mencari jagoan yang lebih digdaya dari Ratu Kembar.

Setelah lancur-lancur Pendawa pamit menuju medan perang sembari diikuti Yadipati dan Madukara, Kresna pun memanggil Bagong dan Gareng.

“Bagong, Gareng, kalian ikut aku. Kita cari jago,” kata Kresna lirih.

“Mencari jago di mana Sinuwun?” Tanya Bagong.

“Kita cari sampai ketemu orangnya. Bahkan kalau perlu keliling jagat. Sebab menurut permana jiwaku (mata batin), orang yang bisa mengalahkan Ratu Kembar bernama Surya Dadari,” serunya.  

Noviyanto Aji

Wartawan RMOLJatim