Bersiap Menuju Ekonomi New Normal

DUNIA mulai melakukan reopening economy. Begitu juga dengan Indonesia sedang bersiap membuka ekonomi dan bersiap menghadapi ekonomi new normal.


Namun aturan Kemenkes terbaru tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi diprediksi melahirkan ekosistem ekonomi berbiaya tinggi yang akan memberatkan pengusaha dan akhirnya konsumen.

Bagaimana ekonomi new normal mendorong efisiensi dan teknologi melampui manusia? Apa yang harus dilakukan pemerintah menghadapi situasi perang manusia versus teknologi? Bisakah negara menemukan formulasi kebijakan dimana manusia dan teknologi saling melengkapi satu sama lain?

Peraturan Pemerintah 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja.

Namun dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan.

Dunia juga menunjukan antusiasmenya untuk reopening economy meski tingkat kematian pasien karena Covid-19 tidak juga mereda.

Dalam situasi pandemi Covid-19 roda perekonomian harus tetap berjalan dengan mengedepankan langkah-langkah pencegahan Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/Menkes/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Dengan aturan tersebut pengusaha dibebankan beberapa aturan yang membutuhkan biaya lebih tinggi dari sebelumnya.

Ekonomi new normal adalah ekonomi berbiaya tinggi. New Normal adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan 2007-2008, resesi global 2008–2012, dan pandemik Covid-19.

Bagi pengusaha dengan dibukanya ekonomi dalam kondisi pandemik covid 19 artinya pengusaha harus menjalankan aturan Kemenkes tersebut diantaranya adalah menyiapkan tempat kerja yang aman dan sehat, termasuk menerapkan physical distancing dalam semua aktivitas kerja.

Pengaturan jarak antar pekerja minimal 1 meter pada setiap aktifitas kerja sehingga pengaturan meja kerja/workstation membutuhkan ruang kerja yang besar. Ruangan yang lebih besar diperlukan untuk jumlah tenaga kerja yang sama. bila tidak tersedia pengusaha harus rela memberlakukan shift kerja atau PHK sementara pegawainya.

Aturan shift kerja dalam new normal akan juga lebih mahal. Pengusaha harus memastikan bahwa pekerja shift berusia kurang dari 50 tahun.

Pengusaha juga harus mewajibkan pekerja menggunakan masker sejak perjalanan dari/ke rumah, dan selama di tempat kerja. Pengusaha wajib menyediakan sarana cuci tangan dan menyediakan handsanitizer dengan konsentrasi minimal 70 persen di tempat-tempat seperti pintu masuk, ruang meeting dan pintu lift.

Seluruh biaya yang ditimbulkan dari kondisi new normal tersebut tidak mungkin ditanggung oleh pengusaha sendiri.

Pengusaha akan membebani kepada konsumen dengan menaikan harga-harga produknya. Ini yang disebut sebagai tail effect dari ekonomi new normal yaitu berbentuknya ekosistem ekonomi berbiaya tinggi. Hal tersebut tidak hanya berlaku di domestik tetapi juga di seluruh dunia.

Ekonomi berbiaya tinggi tersebut akan menghambat laju pertumbuhan dan menyebabkan kesenjangan sosial yang tinggi. Mereka yang berpenghasilan tetap dan rendah akan terdampak dengan kenaikan harga tersebut.

Kalangan bawah akan kesulitan menjangkau kebutuhan sehari-hari mereka sehingga pekerja dari kalangan bawah meminta tambahan penghasilan. Begitu juga kalangan menengah akan dibebani dari permintaaan kenaikan penghasilan tersebut.

Ekonomi new normal akan difasilitasi oleh penurunan belanja pada traveling baik bisnis maupun pelesiran. Ekonomi new normal akan memicu belanja untuk pekerjaan yang memiliki data-driven, contact-less, cloud based dan berhubungan dengan industri teknologi 4.0.

Saat ini muncul pemikiran dikalangan pengusaha dan pemikir ekonomi dunia bahwa melakukan pemulihan ekonomi dengan pendekatan konvensional akan memunculkan ekonomi global yang tidak efisien.

Mereka mencoba menawarkan investasi baru dengan mengikutsertakan robot dan alat cerdas lainnya dalam produk mereka. Teknologi investasi 4.0 diprediksi akan menjadi boom dalam tahun-tahun ke depan.

Pengusaha yang tidak mengikutsertakan robot dan alat cerdas lainnya dalam kegiatan produksi dan manufaktur akan kalah bersaing karena industri konvensional harga lebih mahal dibandingkan produk serupa yang menggunakan robot dan teknologi 4.0.

Konsekuensinya adalah tenaga manusia jadi high cost dan tidak efisien yang secara logis pengusaha akan memilih robot dan alat cerdas lainnya daripada tetap mempekerjaan manusia yang tidak efisien.

Dalam kebijakan publik upaya menghilangkan unsur manusia dalam kegiatan produksi dan ekonomi akan banyak pertentangan dan hambatan. Pemerintah atas desakan publik akan menghambat perkembangan robot dan industri 4.0 tersebut.

Konsekuesinya adalah pemerintah dipaksa untuk mengupgrade kapasitas manusia untuk lebih terampil dan efisien bekerja tanpa harus melakukan kontak langsung.

Di sinilah peningkatan kapasitas SDM manusia ke arah efisiensi di kondisi new normal menjadi kebijakan nasional yang strategis. Negara harus menyiapkan warga negaranya untuk menghadapi situasi yang mendukung ekosistem kerja yang tanpa harus berkontak langsung.

Warga negara perlu secara masal diperkenalkan bekerja, belajar dan mendapatkan penghasilan baru tanpa harus melakukan kontak fisik. Pekerjaan yang masih membutuhkan fisik umumnya akan berhadapan dengan berbiaya tinggi dan tidak efektif yang pastinya akan kalah bersaing dengan produk sama dari kompetitornya baik domestik maupun yang berasal dari luar negeri.

Pemerintah membutuhkan infrastruktur untuk memulai memperkenalkan warga negara kepada efisiensi dan daring dalam bekerja, belajar dan menemukan penghasilan baru.

Entah kebetulan atau tidak, kartu prakerja yang telah mencapai batch IV dapat dikembangkan menjadi salah satu leading program untuk memperkenalkan publik kepada efisiensi ekonomi yang dimaksud tersebut.

Ekonomi new normal tidak boleh menghilangkan unsur manusia dalam aktivitas ekonomi dengan alasan manusia tidak efisien.

Pemerintah perlu melakukan upgrading sumber daya manusia ke arah melakukan aktivitas ekonomi, aktivitas belajar dan aktivitas layanan publik tanpa melakukan kontak fisik secata langsung dengan begitu Indonesia akan siap menghadapi kondisi new normal.

Achmad Nur Hidayat

Penulis adalah Pakar Kebijakan Publik