Indonesia dengan tegas menolak klaim teritorial Tiongkok di Laut China Selatan. Penolakan itu diajukan melalui surat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) awal pekan ini dengan putusan Den Haag 2016.
- Rencana Rebut Kantor Demokrat Dibantah Kubu Moeldoko, Syahrial: Dulu Juga Nggak Ngaku Kalau Mau Kudeta
- PEN Segera Berakhir, Pemerintah Diminta Perkuat Daya Beli Masyarakat
- Anies Baswedan Hadir di Acara Pengumuman Calon Presiden Nasdem
Dalam surat itu, Indonesia menegaskan bahwa 'sembilan garis putus-putus (dash nine line)' yang dikeluarkan oleh China tidak memiliki dasar hukum internasional dan bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).
Peta garis sembilan dasbor, yang saling bertumpuk dan dirambah pada zona ekonomi beberapa negara Asia Tenggara, adalah fiktif dan tidak memberikan kedaulatan China atas wilayah tersebut.
Pemerintah Indonesia juga menyebutkan keputusan tahun 2016 oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, yang dimenangkan Filipina, menolak klaim China yang menyebutkan memiliki hak bersejarah atas wilayah maritim Laut China Selatan.
Ini mendesak "kepatuhan penuh terhadap hukum internasional" dan menyatakan Indonesia tidak terikat oleh klaim yang dibuat bertentangan dengan perjanjian hukum global, lapor Radio Free Asia seperti dikutip dari Taiwan News, Jumat (29/5).
Pakar maritim Asia, Gregory Poling, dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) AS mengatakan, surat Indonesia itu penting karena tidak ada tetangga Filipina yang secara eksplisit mendukung kemenangan arbitrer 2016 melawan China.
Sementara media Storm menulis, sebelum ini negara-negara Asia Tenggara lain menyiratkan dukungan mereka kepada Indonesia, hanya saja mereka khawatir takut terlibat dalam sengketa wilayah.
- Airlangga Hartarto kepada Gibran: Anak Muda Cocok Pakai Jaket Kuning
- Gibran Ditunggu Itikad Baik Keluar Dari PDIP
- Partai Ummat jadi Peserta Pemilu 2024, Hasyim Asyari: Setiap Peristiwa Ada Hikmahnya