Kentut

BAGONG NJAMBAL (22)


PRABU Surya Dadari mengajak Basudewa Kresna dan Bagong berkelana mencari Ratu Kembar. Ketiganya pergi menuju Ngamarta.

Suasana di kerajaan tidak seperti biasa. Apa yang dikatakan Surya Dadari menjadi kenyataan.

Kerajaan Ngamarta menjadi tidak karuan. Sejak Jamus Kalimasada hilang, negara jadi bubrah.

Orang-orang mulai tidak peduli satu dengan lainnya. Saling curiga. Saling menghasut. Suka memupuk angkara murka. 

Dengan tiadanya Jamus Kalimasada, kerajaan Ngamarta seperti diobong. Panas. Tidak ada ketentraman. Tidak ada kerukunan. 

Para Pandawa tidak jelas ke mana perginya. Kerajaan kosong.

“Ke mana Para Pandawa?” Kresna celingukan.

Para abdi kerajaan ditanya tidak bisa menjawab. Lidah mereka kelu.

“Tanpa Jamus Kalimasada, Pandawa bubrah. Apa yang dikatakan Semar bangun kahyangan ada benarnya. Karena keadaan negara sudah rusak,” Surya Dadari memulai percakapan.

Menurut Surya Dadari, Pandawa merupakan perlambang bagi manusia. Puntadewa menjadi simbol kesucian. Manusia sebagai titah harus tetap manembah pada Sing Makaryo Jagat.

Werkudara adalah kasantosan (kemakmuran) dan ketegasan. Selalu memperjuangkan rasa kamungsan. Dengan cara menegakkan hukum. Tidak pandang bulu. Yang salah dihukum, yang benar dibela.

Arjuna menjadi simbol tresna asih (cinta kasih) antar manusia. Kerukunan hanya bisa diraih bila manusia mampu nyawiji (manunggal) jadi satu. Ada keteguhan dan kekuatan. Di situ manusia akan selalu unggul.

Nakula menjadi simbol kesetiaan. Kepentingan umat di atas segala-galanya. Bijak dalam sikap dan perbuatan.

Sedangkan Sadewa disimbolkan kepintaran. Memiliki ingatan masa lalu yang kuat. Sadewa menunjukkan keoptimisan melihat masa depan. Tidak pernah putus asa. Keadilan bagi seluruh manusia di atas segala-galanya. Tentram dan rukunnya kehidupan manusia dapat dilihat Sadewa.

“Pandawa lima tidak bisa pisah. Kalau dipisah jadi Pandawa tri atau Pandawa eka, maka akan rusak semua kahanan praja Ngamarta. Rusak jiwa dan raga manusia. Dulu kawula hidup tentram dan rukun. Sekarang kawula menjadi cecungkrahan,” kata Surya Dadari.

Bagong yang sedari tadi diam, turut bersuara. Menurutnya, sejak kemunculan Prabu Welgeduwelbeh, kahanan praja Ngamarta dan Ngastina menjadi tidak tentram. Antar sesama kawula saling sigrak perkara.

“Di mana-mana papan, titah selalu regejekan. Sama-sama hilang rasa kamungsan. Manusia saling sikut-sikutan. Tega dengan sesama. Tega dengan saudara-saudaranya. Papan-papan pawiyatan ditinggalkan. Papan-papan panembah tidak lagi diajarkan. Yang didatangi papan-papan maksiat. Ngamarta kalau dibiarkan sak umure jagung sak murupe damar. Pasti remuk bubuk dadi rempon,” sahut Bagong.

“Bagong memang anak ndugal kewarisan. Anak Semar yang wujud dari ayang-ayang (bayangan). Sudah semestinya Bagong mewarisi ilmu bapakmu,” timpal Prabu Surya Dadari. 

“Lha mesti wae, Sinuwun. Saya berani bicara begini karena melihat kahanan mayapada yang tidak becik. Kepemimpinan Welgeduwelbeh ditambah kemunculan Ratu Kembar, makin membuat jagat mabut mawut,” seru Bagong. 

“Iya Bagong. Semua itu disebabkan ratu tidak amanah. Welgeduwelbeh menjadi ratu yang wisuh lumuh ngentasi perkara. Artinya dia menjadi ratu yang tidak mau bertanggungjawab pada kawula. Yang dipikir hanya kekuasaan saja. Anaknya dijadikan ratu. Menantunya dijadikan ratu. Sanak keluarga diangkat jadi pejabat istana. Seolah-olah dunia mau dia miliki sendiri. Itu tidak baik,” jelas Surya Dadari.

Kresna menengahi. Dia tidak sabar ingin segera bertemu Ratu Kembar bergelar Prabu Dewantogo dan Dewasoro.

“Setelah ini kita akan ke mana, Kakang Prabu?” Tanya Kresna pada Surya Dadari.

“Raden adalah titisan Sri Betara Wisnu. Kenapa masih bertanya. Sampeyan itu manusia yang punya anugerah sosro sumpeno. Punya sewu paningal. Coba dilihat dulu,” sebut Surya Dadari.

Sejenak Prabu Dwarawati berdiam. Mengheningkan panca indera. Mata terpejam. Satu tangannya diletakkan di atas pundak. Manembah pada Sing Makaryo Jagat. Suasana menjadi hening.

Tak lama matanya terbuka.

Jagat dewa batara. Ratu Kembar itu manjing di kerajaan Lojitengara,” tutur Kresna.

“Berarti kita ke Lojitengara, Sinuwun?” Tanya Bagong. 

“Iya Bagong,” jawab Kresna.  

“Pantas saja Welgeduwelbeh makin beringasan. Ratu yang tidak punya unggah-ungguh pada kawula. Welgeduwelbeh adalah sejelek-jeleknya ratu,” seru Bagong.

“Bagong, sudah! Tidak usah guneman tanpa guna. Dimas Kresna ikuti saya,” buru-buru Surya Dadari memegang pundak Bagong.

Ajaib, hanya sekedip mata mereka sudah berpindah tempat.

Bagong kebingungan. Badannya limbung. Hampir jatuh. Kresna buru-buru memegangi.

“Lho, kita ini di mana, Sinuwun?”

“Ini kerajaan Lojitengara, Gong!”

“Ladalah. Barusan kita dari Ngamarta. Kok sudah di sini.”

“Semua karena kekuatan Sing Makaryo Jagat, Gong.”

“Wah, nggeleleng tenan. Terus bagaimana sekarang?” 

“Kita tunggu di sini. Ratu Kembar sudah tahu kita akan datang,” jawab Surya Dadari.

Jagat dewa batara. Sakti sekali Ratu Kembar.”

Tidak lama kemudian Prabu Dewantogo dan Dewasoro sudah berdiri di hadapan Prabu Surya Dadari, Sri Batara Kresna, dan Bagong. 

“Ladalah, kok podo saktinya,” Bagong kebingungan.

Dewantogo dan Dewasoro tidak beda jauh dengan Surya Dadari. Sama-sama gagah. Bedanya Ratu Kembar mirip buto. Sedang Surya Dadari berwajah tampan. Namun mereka sama-sama memiliki kesaktian tiada tertandingi. Sakti kalintang jayane perang.

Mereka kemudian terlibat percakapan.

“Dewantogo dan Dewasoro,” panggil Surya Dadari.

“Iyo, dasar keporo nyoto. Kowe Surya Dadari?” keduanya balik memanggil.

“Dasar keporo nyoto!” Balas Surya Dadari.

“Ada apa kemari. Apa sudah bosan hidup?” Tanya Ratu Kembar.

“Kalian yang sudah bosan hidup. Jagat sudah tentram kalian buat ribut. Jagat kalian buat molak malik. Sing becik dadi ala, bener dadi luput, jejeg dadi bengkok. Kiblat manusia kalian pindah. Supaya semua manusia memiliki watak budi candala.”

“Dasar keporo nyoto,” balas Ratu Kembar terkekeh-kekeh.   

Tanpa babibu, Surya Dadari langsung melayangkan pukulan ke arah Dewantogo. Pukulan berikutnya mengarah ke Dewasoro. Kedua tidak sempat menghindar. Sekali pukul mereka langsung terjungkal hingga berkilo-kilo meter jauhnya. Kesaktian Surya Dadari memang ngidap-ngidapi.

“Aduh, mati aku!” Ratu Kembar merasakan kekuatan besar menimpa mereka.

Belum sempat berdiri, Ratu Kembar kembali mendapati tubuhnya terangkat ke angkasa. Tinggi hingga ke atas awan. Surya Dadari mencekik leher Ratu Kembar. Kemudian dilemparnya Ratu Kembar ke bumi. Brukk!

Bumi seketika terasa seperti gempa. Getarannya sangat hebat. Surya Dadari benar-benar sakti. Tapi Ratu Kembar juga sakti. Tubuhnya tidak merasakan apa-apa. Seraya bangkit, keduanya terbang bersamaan ke angkasa dan seketika itu membalas dengan pukulan bertubi-tubi. Tampak Surya Dadari berusaha menangkis serangan.

Setiap serangan Ratu Kembar berhasil ditangkis Surya Dadari.

Kresna dan Bagong yang melihat dari bawah merasa takjub.

“Ini pertarungan sekelas dewa!” Bagong geleng-geleng kepala.

Hanya dalam kedipan mata, ketiganya didapati sudah bertarung di bumi. Saking cepatnya pertarungan mereka sampai-sampai tidak bisa dilihat secara kasat mata.

Pertarungan makin sengit. Berjam-jam mereka bertarung. Saling mengerahkan kesaktian masing-masing. Tidak ada tanda-tanda siapa yang kalah dan siapa yang menang.

Ratu Kembar tidak merasakan kelelahan. Begitu pula Surya Dadari. Berkali-kali ketiganya saling melayangkan pukulan. Meski sama-sama terkena pukulan, ketiganya tidak juga merasakan sakit. Sama-sama ampuh.

Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Surya Dadari dan Ratu Kembar saling mencengkram satu sama lain. Tubuh ketiganya tergulung-gulung sangat hebat. Gunung menjadi hancur. Air laut menjadi surut. Saat itu tiba-tiba Surya Dadari kentut.

Bunyi kentutannya sangat kencang. Seperti dentuman meriam. Daya kentutnya mengakibatkan angin topan. Menggulung-gulung seiisinya. Pohon-pohon begoyang dengan hebat. Keadaan sekeliling luluhlantak.

Dahsyatnya kentut Surya Dadari membuat Bagong terpental jauh. Tubuhnya terguling-guling. Sementara Kresna merambah dirgantara. Terbang ke angkasa untuk menghindari kentut Surya Dadari yang mengguncang bumi.

Meski dahsyat, namun kentut Surya Dadari tidak membunuh Ratu Kembar. Melainkan hanya shock terapi untuk menyadarkan lawan-lawannya.

Setelah kentut keluar, setelah keadaan tenang, barulah Kresna turun ke bumi. Diikuti Bagong dari belakang sembari membenahi pakaiannya yang compang camping akibat terkena hentakan kentut tadi.

Saat itulah didapati wujud Surya Dadari dan Ratu Kembar hilang. Mereka kembali ke wujud semula. Yang tampak kini wujud Semar, Togog, dan Bilung.

Rupanya Ratu Kembar tadi adalah jelmaan Togog dan Bilung. Sedangkan Surya Dadari adalah jelmaan Semar.

Mereka saling berhadap-hadapan. Tapi tidak dalam posisi perang.

Noviyanto Aji

Wartawan RMOLJatim