Dutabesar Armenia Sebut Mengatasi Hoax Harus Dilihat Dari Perspektif Psikologi

Dutabesar Armenia untuk Indonesia, Dziunik Aghajanian saat melakukan diskusi RMOL World View pada Selasa, 1 September 2020/RMOL
Dutabesar Armenia untuk Indonesia, Dziunik Aghajanian saat melakukan diskusi RMOL World View pada Selasa, 1 September 2020/RMOL

Indonesia dan Armenia tengah menjajaki kerja sama teknologi dan informasi, baik untuk pendidikan hingga Artificial Intelligence (AI). 


Kerja sama tersebut merupakan hasil pertemuan dari Presiden Joko Widodo dan Presiden Armenia, Armen Sarkissian di Abu Dhabi awal 2020. 

Namun, di tengah perkembangan teknologi dan informasi, dunia saat ini di hadapkan pada sebuah tantangan baru yang besar, yaitu hoax dan berita palsu. 

Dalam hal ini, Dutabesar Armenia di Jakarta, Dziunik Aghajanian mengungkapkan pandangannya terkait dengan upaya mengatasi penyebaran hoax dan berita palsu. 

Menurut Aghajanian, isu hoax dan berita palsu merupakan fenomena global yang tidak dapat dihindari hanya dengan kebijakan dan aturan dari pemerintah. 

"Menurut pendapat pribadi saya, ini bukan hanya masalah mengenai teknologi dan regulasi sosial media. Kita harus memahami lebih jauh dan menggunakan pola kebijakan sosial yang berbeda," ujarnya dalam RMOL World View yang digelar pada Selasa (1/9). 

"Kita juga harus melihat fenomena ini dari perspektif psikologi," sambungnya. 

Dalam perspektif psikologi, kata Aghajanian, kita harus memahami sejauh mana orang membawa informasi, baik atau buruk, benar atau salah. 

Setelah itu, diperlukan edukasi pada masyarakat bahwa mereka tidak dapat menyerap informasi yang ada dengan cuma-cuma dan menyebarkannya. Alih-alih menganalisisnya terlebih dulu atau membandingkan satu sumber dengan lainnya. 

"Semakin orang berpengetahuan, semakin orang mengetahui, mereka akan menjadi lebih sulit untuk menyerap informasi palsu," terangnya. 

Edukasi menjadi pilihan yang cukup tepat karena pada umumnya, karena seringkali aturan membatasi informasi dikaitkan dengan membatasi kebebasan. 

"Ini tantangan yang harus dihadapi," tekannya. 

"Kita masih mencari cari untuk mengatasinya, baik melalui regulasi yang bukan untuk membatasi kebebasan hingga mengedukasi masyarakat agar dapat membedakan informasi yang benar dan salah," pungkasnya.