Kolombia Belajar Dari Indonesia Soal Penyelesaian Pemberontak GAM

Dutabesar Republik Indonesia untuk Kolombia pada tahun 2012-2017, Trie Edhi Wahyuni/Net
Dutabesar Republik Indonesia untuk Kolombia pada tahun 2012-2017, Trie Edhi Wahyuni/Net

Dutabesar Republik Indonesia untuk Kolombia pada tahun 2012-2017, Trie Edhi Wahyuni mengatakan tidak mudah mengemban tugas diplomasi di negara lain. 


Dalam webinar yang digelar oleh Farah Magazine bertajuk "Who's That Women? Pengabdian Ribuan Mil Di Tengah Amuk Kriminalitas Kolombia" pada Rabu, (2/9), Trie mengakui bahwa tugas yang pernah dia emban bukanlah tugas yang mudah. 

"Memang tidak mudah untuk membuat satu achievement di sebuah negara yang bahkan ada orang atau pejabat yang tidak tahu Indonesia," jelas Trie. 

Bahkan ketika pertama kali memperkenalkan diri sebagai orang Indonesia, tidak jarang dia mendapatkan pertanayaan "Donde esta?" yang artinya adalah "Di mana itu?". "Saya jawab, begini deh, jika kamu menggali tanah ini (di Kolombia), sampai menembus ke bawah, nah Indonesia ada di sisi lainnya Kolombia. Jadi separuh belahan dunia ini," jelas Trie. 

Karena banyak pihak belum familiar dengan Indonesia, Trie pun menuturkan bahwa dia perlu banyak meluangkan waktu untuk menjelaskan kepada banyak pihak soal seluk beluk Indonesia. 

"Saya mencoba mengetuk pintu mereka ketika saya datang ke sana (bertugas di Kolombia). Karena di sana (posisi dutabesar) sempat kosong agak lama. Jadi saya mulai lagi. Mengetuk pintu satu per satu para pejabat, menteri, tokoh. Saya datangi satu per satu dan saya memperkenalkan diri," cerita Trie. 

"Karena saya punya pikiran bahwa jika tidak kenal, bagaimana mereka bisa sayang? Kalau tidak kenal dan tidak sayang, bagaimana akan menjalin kerjasama?" tambahnya. 

Oleh karena itu, Trie pun membangun dari awal hubungan dengan para pejabat dan tokoh terkait di Kolombia dan menjalin hubungan baik sebagai langkah tepat untuk membuat deal-deal. 

Upaya yang dilakukan Trie pun membuahkan hasil. Selama lima tahun mengemban tugas sebagai dutabesar di Kolombia, banyak pencapaian yang berhasil ditorehkan. Bukan hanya B2B, alias sektor bisnis, tapi juga dalam banyak sektor lainnya. 

"Yang saya tidak lupa adalah salah satu kerjaama terkait dengan dukungan proses perdamaian, ketika pemerintah Kolombia berusaha melakukan perdamaian dengan FARC," jelasnya. 

"Saya tidak lupa, karena tim ahli perdamaian kita dari Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi datang ke sana dan melakukan pembicaraan, memberikan advice soal bagaimana menyelesaikan konflik, terutama masalah disarmament (pelucutan senjata), pemberian amnesty, reintegrasi," sambung Trie. 

Menurutnya, Kolombia kagum dengan pengelolaan dana yang akuntabel dan transparan ketika penyelesaian masalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

"Mereka (Kolombia) banyak belajar tentang hal-hal itu dan tim ahli perdaaian Indonesia betul-betul melakukan misinya dengan sangat tepat dan baik karena tidak lama setelah itu terjadi penandatanganan perdamaian antara pemerintah Kolombia di bawah Presiden (Juan Manuel) Santos dengan FARC," papar Trie. 

Selain itu, sambung Trie, pada saat menjalankan tugasnya di Kolombia, dia pun membantu memfasilitiasi kesepakatan antara Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia di bawah kepemimpinan Budi Waseso dengan Kepolisian Kolombia soal pemberantasan jaringan obat-obatan terlarang. 

"Jadi perjanjiannya soal pembatasan produksi, pasaran peredaran narkoba dan lain sebagainya," ungkap Trie. 

Hal lain yang juga terjalin adalah pertukaran pelajaran serta dalam bidang olaharaga dan seni. 

"Banyak hal yang berhasil dibangun di samping juga kerjasama B2B (Business to Business)," tandasnya.