Pilkada Ngawi Seharusnya Ada Kompetitor, Bukan Bumbung Kosong

Foto/RMOL
Foto/RMOL

Politik sapu bersih terjawab sudah untuk pasangan Ony Anwar-Dwi Rianto Jatmiko/Antok (OK) dalam Pilkada Ngawi 2020. 


Pasangan dengan tagline ‘menang bersama’ ini boleh jumawa dengan kendaraan penuh 10 partai yang mendulang kursi di legislatif. 

Bahkan pada pendaftaran ke KPU Ngawi kemarin hasil dari penelitian seluruh berkas dokumen yang dibawa OK semuanya dinyatakan MS (memenuhi syarat). 

Alhasil, laju kontestasi politik lima tahunan ini untuk Ngawi hampir 99 persen rivalnya bakal kolom kosong atau bumbung kosong. Sisanya 1 persen tinggal menunggu waktu penutupan pendaftaran di KPU pada Minggu besok, (6/9).

Sekarang bagaimana realita di akar rumput atau pemilih yang bakal menggunakan hak suaranya nanti. 

Kantor Berita RMOLJatim mencoba menggali lebih jauh tentang dampak politik plus minus jika Pilkada Ngawi nanti hanya terisi kehadiran calon tunggal kontra kolom kosong.

Berikut hasilnya, dari keterangan Hariadi salah satu warga asal Kecamatan Jogorogo menilai, pesta demokrasi di tengah pandemi Covid-19 tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat bawah. 

Menurutnya, lepas dari persoalan dinamika politik yang berjalan, proses demokrasi di Ngawi mati suri selama 10 tahun terakhir. 

"Bicara rekomendasi sebagai alat maju untuk bakal calon yang dikeluarkan partai yang tahu itu kan orang pusat. Sekarang kita lihat sebagai masyarakat desa menginginkan ada warna demokrasi untuk daerah Ngawi. Sepuluh tahun sudah buntu ibarat mati suri sejak Pilkada Ngawi 2010," jelasnya, Sabtu (5/9).

Ia menilai, dari suara yang sebenarnya meski tidak bisa dilihat secara obyektif berapa persentasenya mengharapkan proses pestanya rakyat bisa kembali seperti 2010 lalu. Dimana saat itu kehadiran incumbent Budi Sulistyono (Kanang)-Ony Anwar mendapat lawan yang faktual alias nyata. Tercatat kehadiran pasangan OK ini disambut lawan sebanyak 4 pasangan.

"Kalau Pilkada 2015 tidak usah dibicarakan lah. Sebab warnanya sama dengan nanti cuma konsepnya beda dikit. Sekarang ini sebenarnya kita menginginkan ada kompetitor yang hadir. Dan sebelumnya kita melihat kehadiran Jumirin sebagai flash black mengembalikan rohnya demokrasi tapi sayang juga jika ia tersingkir karena kendaran partai," jelasnya. 

Lebih jauh Hariadi, harapan ke Jumirin sebagai satu harapan politik di Ngawi. Sebab ada satu kekhawatiran kalau toh semua partai merapat ke pasangan OK akan mempengaruhi alur birokrasi lima tahun ke depan. Pasti akan tercatat di sisi lain hadirnya legislatif sebagai kontrol terhadap pemerintahan. 

Kalau sekarang ini bisa diibaratkan kontrolnya sudah lepas dan justru berpotensi ada senyum seirama dengan pemerintah daerah. Mengingat percaya atau tidak keberadaan pasangan OK jelas akan memenangi Pilkada Ngawi 2020 meski sebagian kecil meragukanya. 

"Pilkada Ngawi 2020 juga menjadi satu catatan bagus bagi pihak yang menginginkan perubahan. Lima tahun kedepan ada waktu panjang untuk Jumirin bisa review lagi komunikasi dengan partai politik kalau tidak ingin berangkat dari jalur personal atau independen," beber Hariadi. 

Sementara itu Jumirin yang merupakan salah satu figur yang sempat diisukan bakal maju Pilkada Ngawi memilih diam ketika dihubungi Kantor Berita RMOLJatim. Padahal sebelumnya ia optimis melenggang untuk mencalonkan diri berpasangan dengan Nuri Karimatunnisa. 

Melalui ujung selularnya beberapa saat lalu Jumirin yang juga mantan Kades Klitik, Kecamatan Ngawi Kota ini memilih enggan menanggapi pertanyaan politik terkait rencana pencalonanya di Pilkada Ngawi. 

"Tidak usah bertanya itulah sudah mas. Malas menjawab tentang Pilkada Ngawi. Cari referensi yang lain saja," singkat Jumirin via selular.