Ratusan Perkara Pidana Ringan Selesai Secara Restoratif

Jaksa Agung ST. Burhanuddin/Net
Jaksa Agung ST. Burhanuddin/Net

Lebih dari 100 kasus pidana ringan di Seluruh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di tanah air mampu diselesaikan lewat peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang ditandatangani Jaksa Agung ST. Burhanuddin pada 21 Juli lalu.


Seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Jaksa Agung menjelaskan bahwa peraturan itu dibuat agar penanganan perkara tindak pidana dapat lebih mengedepankan keadilan restoratif atau damai.

"Terutama berkaitan dengan kasus-kasus relatif ringan dan beraspek kemanusiaan, seperti pencurian yang nilai kerugiannya minim, tindak pidana yang bersifat sepele,” ujar Jaksa Agung ST. Burhanuddin kepada wartawan, Minggu (18/10).

Pernyataan serupa sempat disampaikan Burhanuddin saat menjadi pembicara kunci dalam zoominar bertajuk “Penegakan Hukum yang Berkualitas dan Berkeadilan Melalui RUU Kejaksaan” yang digelar Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Wilayah Sulawesi Selatan dan Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas), Rabu lalu.

Dia menjelaskan bahwa keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak yang  terkait untuk secara bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Hal ini sebagaimana termaktub dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 Peraturan Kejaksaan (Perja) 15/2020. Sementara syarat dihentikannya penuntutan perkara tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif tertuang dalam pasal 5.

"Syaratnya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, dan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta,” demikian Burhanuddin.