Tifauzia Tyassuma Pilih Bersabar Menunggu Vaksin Merah Putih Ketimbang Disuntik Vaksin Asing

Dokter Dokter medis, Tifauzia Tyassuma/Net, Tifauzia Tyassuma/Net
Dokter Dokter medis, Tifauzia Tyassuma/Net, Tifauzia Tyassuma/Net

Penolakan terhadap vaksin impor terus dilakukan jelang vaksinasi yang akan dimulai dengan penyuntikan kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu besok (13/1). Salah satu yang menolak keras adalah dokter medis, Tifauzia Tyassuma.


Dr. Tifa bahkan menegaskan bahwa dirinya tidak mengizinkan siapapun disuntik dengan vaksin corona yang diproduksi asing. Namun hal itu bukan berarti Tifa anti dengan vaksinasi, dia hanya ingin agar pemerintah mengutamakan penggunaan vaksin merah putih.

“Saya tidak mengizinkan siapapun juga, walau dengan todongan pistol sekalipun, walau dengan ancaman saya dipecat sekalipun, walau dengan ancaman denda sekalipun, walau dengan ancaman pidana sekalipun, untuk menyuntikkan vaksin corona, selain vaksin merah putih,” ujarnya dalam akun Facebook pribadi yang dikutip Kantor Berita Politik RMOL pada Selasa (12/1).

Tifa mengaku tidak masalah dengan efek samping atau bahkan potensi kematian yang bisa saja ditimbulkan oleh vaksin merah putih. Baginya, hal itu lebih baik ketimbang tubuhnya dimasuki vaksin asing yang juga memiliki kualitas tidak lebih baik.

“Seandainya saya mati karena vaksin merah putih, setidaknya kematian saya berjasa, untuk membuat peneliti vaksin merah putih, memperbaiki kualitas vaksin tersebut, agar tidak terjadi lagi pada diri orang lain,” tekannya.

Atas dasar itu, Tifa yang di dalam biodatanya menyebut diri sebagai ilmuwan dan juga seorang penulis ini akan dengan sabar menunggu kehadiran vaksin merah putih. Selama menunggu, dia akan dengan sabar menerapkan protokol kesehatan super ketan dan dengan kehati-hatian tingkat tinggi.

“Sampai vaksin merah putih jadi, dan siap diedarkan, dan siap digunakan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tifa menekankan bahwa program vaksinasi tidak boleh disertai dengan ancaman kepada rakyat. WHO, katanya, telah menegaskan bahwa vaksinasi merupakan program sukarela, bukan program mandatory.

Singkatnya, Tifa ingin mengatakan bahwa tugas pemerintah adalah menyediakan vaksin terbaik, memberikan edukasi terbaik, memberikan pemahaman terbaik.

“Bukan memberikan ancaman dan hukuman kepada rakyatnya. Kalau ada rakyat yang cedera, Saya mau tanya kepada Presiden, kepada Menteri Kesehatan, tanggung jawab apa yang bisa Anda berikan kepada penerima vaksin? “ tegasnya.

“Sekali lagi saya tegaskan di sini. Saya tidak anti vaksin. Tetapi saya tidak mau disuntik vaksin selain vaksin dari virus asli Indonesia, vaksin yang dibuat oleh bangsa Indonesia sendiri,” demikian Tifa.