Tak Berpihak Pada Penghuni Surat Ijo Soal Perda Retribusi, Dewan Surabaya: Silahkan Gugat

Paguyuban penghuni tanah surat ijo Surabaya hearing dengan Komisi B/RMOLJatim
Paguyuban penghuni tanah surat ijo Surabaya hearing dengan Komisi B/RMOLJatim

Belasan warga pemegang surat ijo yang tergabung dalam paguyuban penghuni tanah surat ijo Surabaya ngruduk Gedung DPRD Kota Surabaya, Kamis (14/1).


Mereka sangat menyesalkan langkah yang diambil oleh Komisi B DPRD Surabaya.

Pasalnya dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) itu terlihat para legislator seolah tidak berpihak kepada penghuni tanah surat ijo.

"Padahal kami pada dasarnya memperjuangkan Raperda yang tidak berpihak pada kami, pertama tentang retribusi, kedua PBB, dan ketiga tentang aset daerah," kata Perwakilan penghuni tanah surat ijo Titus Solekha di Dukuh Kupang dikutip Kantor Berita RMOLJtim usai hearing dengan Komisi B DPRD Surabaya, Kamis (14/1).

Menurut Titus, meskipun pihaknya sudah menggelar hearing (dengar pendapat) namun apsirasi mereka tidak pernah didengar oleh anggota dewan.

 "Kita bicarakan masalah retribusi. Asal usul istilah IPT dan retribusi berasal dari Perda Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomer 22 Tahun 1977. Padahal perda itu belum disahkan sampai sekarang," terangnya. 

Titus menjelaskan, bahwa Perda 22/1977 yang belum disahkan, maka retribusi tidak ada dasar hukumnya. 

Bahkan, ada surat dari Gubernur Jawa Timur tanggal 3 Juni 1981 yang menyatakan bahwa Perda 22/1977 tersebut ditangguhkan sampai saat diperoleh hak pengelolaan atas tanah yang dimaksud dalam perda tersebut.

"Jadi perda 22/1977 ini masih berupa peralat perda dan belum menjadi perda karena belum disahkan. Kalau sumbernya sudah cacat atah tidak ada kekuatan hukumnya, kenapa dilanjutkan berdasarkan perda tahun 2010," ungkapnya. 

Ia melanjutkan, penghuni tanah surat ijo merasa keberatan dengan biaya retribusi tersebut. Bayangkan di daerahnya perbedaan retribusi bisa mencapai 400 hingga 500 persen.

"Contohnya di sekitar jalan raya untuk PBB sebesar 10 juta per tahun, tapi retribusinya 50 juta hampir lima kali lipat dari PBB. Seharusnya wakil rakyat ini sadar dan berpihak kepada rakyat yang telah dilakukan pemerintah tersebut," tandasnya. 

Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz menampik tak berpihak pada para penghuni tanah surat ijo.

Ia malah menuding warga tersebut tak paham atas aspirasinya. Para penghuni tanah surat ijo kata Mahfudz awalnya mempermSalahkan status hukum atas tanah tersebut.

"Padahal di hearing ini kita menampung unek-unek warga membahas retribusi dan tidak membahas apakah perda sebelumnya landasan hukumnya sah atau tidak," katanya.

Bahkan Mahfudz juga merasa menjadi sasaran tembak bila hak-hak para penghuni tanah surat ijo tak dapat terpenuhi.

Maka dari itu, Mahfudz meminta bila warga penghuni tanah surat ijo tetap protes atau tak puas dengan langkah yang dilakukan DPRD Surabaya silakan melakukan gugatan ke pengadilan. 

"Jangan terus kita yang di adili di sini. Padahal kita mengundang mereka untuk menyampaikan aspirasinya. Tapi saya juga sepakat kalau perda Tahun 2010 diduga cacat hukum dan digugat di pengadilan," pungkasnya.