Warga Penolak Vaksin Covid-19 Dipidana, Pengamat: Harusnya Kemarin Negara Terapkan UU Karantina Bukan PSBB

Anis Sadah/dok. pribadi
Anis Sadah/dok. pribadi

Pemerintah dinilai aneh jika menerapkan pidana bagi warga yang menolak vaksin Covid-19. Sebab sebelumnya pemerintah tidak pernah menerapkan UU Karantina Kesehatan dalam melawan Covid-19.


Menurut pengamat sosial dan politik, Anis Sadah, dasar hukum yang dipakai pemerintah dalam mempidana warga penolak vaksin sangat bertolak belakang.

"Lagi-lagi UU Karantina Kesehatan yang dipakai negara untuk menakut-nakuti rakyat. Sementara negara tidak pernah menetapkan UU tersebut berlaku dalam 5W 1H," jelas Anis pada Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (17/1).

Ditambahkan Anis, jika negara mau menerapkan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk mempidana warga yang menolak vaksin, maka aturan yang dipakai saat itu bukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

"Kalau kemarin negara tidak pakai aturan PSBB tapi menggunakan UU 6/2018, maka semua pasal di dalamnya berlaku," terang perempuan yang juga berprofesi sebagai praktisi hukum ini.

Anis juga menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang menyebut setiap orang yang menolak program vaksinasi Covid-19 dapat dikenakan tindak pidana melalui pasal 216 KUHP. 

"Kok bisa dasarnya KUHP. Ini kan soal hak sipil yang berhubungan dengan kepemilikan tubuh, yang itu berhubungan dengan HAM. Selain itu dalam UU nomor 36 tahun 2009 tentan Kesehatan juga diatur tentang hak dan kewajiban individu, yaitu pada pasal 5 (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri & bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Itu yang menyebabkan setiap tindakan medis harus ada pernyataan & ijin dari si pemilik tubuh atau keluarganya, menyuntikkan vaksin itu adalah tindakan medis jadi sudah barang tentu harus atas persetujuan si empunya tubuh, apalagi masing2 individu memiliki kondisi yang beda dalam menerima zat-zat kimia," kritiknya.

Sebelumnya, Mahfud MD dalam diskusi virtual Kagama UGM bertajuk "Vaksinasi Covid-19 dari Perspektif Hukum, Hak atau Kewajiban" Sabtu (16/1) menyebut bahwa dasar hukum yang dapat mempidanakan penolak vaksin ialah pasal 216 KUHP. Pasal itu mengatur tindak pidana bagi setiap orang yang tidak menuruti ketentuan undang-undang dan pejabat yang menjalankan fungsi undang-undang tersebut.

“Pasal 216 itu kalau pemerintah menentukan kebijakan lalu aparat seperti dokter dan polisi melaksanakan tugasnya untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dalam rangka menyelamatkan rakyat dari Covid-19 itu siapa yang melawan, menolak itu bisa ditindak, bisa dipidanakan,” kata Mahfud.

Mahfud menggarisbawahi, bukan karena yang bersangkutan tidak bersedia untuk divaksin Covid-19 tetapi menolak atau menghambat petugas negara yang tengah melaksanakan tugasnya.

“Ada tindak pidananya sendiri tetapi memang tidak semudah itu,” ujarnya.

Dalam diskusi yang sama, Wamenkumham menyambung Menko Polhukam Mahfud MD bahwa dalam UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 15 ayat 2 huruf a UU telah mengamanatkan bahwa program vaksinasi di tengah kekarantinaan kesehatan diwajibkan. Untuk itu setiap orang wajib divaksin di tengah pandemi Covid-19.

Edward menambahkan, di dalam pasal 9 UU Kekarantinaan Kesehatan juga mengamanatkan bahwa setiap orang wajib untuk berpartisipasi dalam program kekarantinaan kesehatan. Itu artinya, sambung Edy, sebagai wujud partisipasi kekarantinaan kesehatan ialah dengan ikut vaksinasi.

"Coba dibuka dan dibaca baik-baik pasal 15 ayat 2 huruf a, kalau huruf b itu salah satu wujud kekarantinaan itu adalah pembatasan sosial besar,” pungkas Edward.