Pelanggar PPKM di Surabaya Didominasi Tak Pakai Masker

 Eddy Christijanto/RMOLJatim
Eddy Christijanto/RMOLJatim

Dalam kurun waktu 11 hari terhitung mulai 11 - 21 Januari 2021, upaya Satpol PP Kota Surabaya melakukan penegakan dan edukasi protokol kesehatan di masa penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) didominasi tidak pakai masker.


Tak hanya itu, pelanggaran protokol kesehatan kedua karena tidak menjaga kerumunan.

"Di Satpol PP sendiri yang sudah tercatat warga melakukan pelanggaran mencapai 650 orang, BPB Linmas juga mencapai sekitar 600 an. Di kecamatan, laporan terakhir itu juga pelanggar prokes sekitar rata-rata 300 an," kata Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Eddy Christijanto dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (22/1).

Berdasarkan catatan itu, Eddy menilai bahwa terkait dengan pemakaian masker, masyarakat masih terlihat mengabaikan.

Terutama berada di kampung-kampung kemudian di fasilitas publik. Sedangkan di pusat perbelanjaan atau mal, masyarakat relatif lebih disiplin memakai masker.

"Cuma yang di restoran ini kita juga edukasi agar buka masker pas makan, selesai makan tolong dipakai lagi maskernya. Itu yang sering kita ingatkan kepada mereka. Ketika selesai makan, mereka ngobrol ini tidak pakai masker. Nah ini yang kita ketati juga," jelasnya.

Karena itu, di sisa penerapan PPKM ini, pihaknya akan lebih tegas kepada setiap pengunjung kafe dan restoran yang terlihat melepas masker ketika nongkrong atau sudah selesai makan. 

"Kemarin masih kita tolerir. Sekarang ini di kafe atau restoran setelah selesai makan mereka wajib pakai masker kalau enggak ya akan kita akan lakukan penindakan, apa pun alasannya," papar dia.

Hal ini pula berlaku ketika petugas menemukan adanya warga yang tidak menjaga kerumunan. 

Sebab, menurut Eddy, banyak masyarakat yang masih tidak menjaga kerumunan dan tidak menjaga jarak saat beraktivitas. 

"Mereka menganggap pakai masker itu selesai, tapi mereka tidak menjaga kerumunan masih berdekatan, jaraknya kurang dari satu meter. Itu yang juga kita tindak," tegasnya.

Dari hasil evaluasi PPKM di lapangan, kata Eddy, hampir 74 persen pelanggaran itu tidak patuh masker. 

Kemudian, sekitar 15 - 20 persen ada di kerumunan dan sisanya terkait interaksi. 

"Terus terkait kafe dan restoran itu pelanggaran yang kita temukan adalah terkait dine in 25 persen. Jadi masih ada kafe atau restoran yang melebihi dine in 25 persen. Bahkan, ada yang 50 persen dan lebih. Kalau kita temukan di lapangan kita tindak," terangnya.

Tak hanya restoran dan kafe yang ditemukan masih melanggar protokol kesehatan. 

Namun, tempat Reaksi Hiburan Umum (RHU), seperti rumah karaoke, panti pijat serta diskotek masih ditemukan beroperasi. Sementara dalam Perwali No. 67 Tahun 2020 dan perubahannya di Perwali No. 2 Tahun 2021 selama masa pandemi Covid-19, RHU belum diperbolehkan untuk beroperasi.

"Tempat hiburan umum masih ada yang buka, kami dari Satpol PP, BPB dan Linmas, termasuk pihak kecamatan itu melakukan penindakan termasuk penutupan hiburan malam (yang masih beroperasi). Seperti panti pijat, karaoke dan pub itu sudah kita lakukan penindakan," katanya.

Eddy mengungkapkan, selama penerapan PPKM ini, jajaran Satpol PP sudah melakukan penghentian kegiatan terhadap 6 RHU yang ditemukan beroperasi. 

Sedangkan di jajaran Linmas, ada sekitar 7 RHU yang sudah dilakukan penutupan. 

"Termasuk di kecamatan juga melakukan penghentian kegiatan yang sifatnya RHU," jelasnya.

Menurut Eddy, sanksi yang dibebankan bagi pelanggar protokol kesehatan nominal dendanya bervariasi. 

Untuk perorangan denda Rp 150 ribu, sedangkan tempat usaha mulai Rp 500 ribu sampai dengan Rp 25 juta. 

"Usaha itu ada juga yang warung kopi itu Rp 500 ribu, usaha menengah itu Rp 1 juta juga ada, kemudian tempat hiburan malam kita denda Rp 5 juta karena masuk (kategori) menengah," terang dia.

Kasatpol PP Surabaya ini menyebut, mayoritas pelanggar protokol kesehatan itu ditemukan di wilayah Surabaya Timur dan Selatan. Sedangkan di wilayah Surabaya Utara ditemukan di wilayah kampung-kampung. 

"Kalau di Surabaya Timur sama Selatan itu (pelanggar prokes) seperti rumah makan, tempat-tempat nongkrong. Yang paling kecil Surabaya Barat," pungkasnya.