Dua Kesalahan Moeldoko Terkait Kudeta AHY

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jenderal (Purn) Moeldoko/Net
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jenderal (Purn) Moeldoko/Net

Ada dua kesalahan politik Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terkait dugaan pengambilalihan kepemimpinan (kudeta) Partai Demokrat. 


Menurut pengamat politik Universitas Nasional Andi Yusran, kesalahan pertama Moeldoko, dugaan adanya tawaran sejumlah uang kepada elite partai Demokrat di tingkat lokal (pemilik suara) dalam Kongres Luar biasa (KLB) partai.  

Hal ini kata Andi, jika benar hal itu terjadi maka Moeldoko telah berkontribusi dalam memundurkan bangunan demokrasi di Indonesia. 

"Sebagai kontrak politik, jika prilaku ini benar adanya, Moeldoko telah berkontribusi dalam pemunduran demokrasi di Indonesia," kata Andi Yusran dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin (8/2). 

Kesalahan kedua, dijelaskan Andi saat ini Moeldoko merupakan orang dalam Istana yakni Presiden Jokowi. Pendapat Andi, manuver yang dilakukan untuk berupaya menguasai Demokfrat untuk kepentingan Pilpres 2024 momentumnya tidak tepat. 

Doktor Politik Universitas Padjajaran ini menyarankan agar Moeldoko lebih baik mundur dari Istana. Setelah itu baru melancarkan aksi pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat. 

"Bermanuver dari dalam istana akan menodai lembagai kepresidenan sebagai simbol dan mahkota negara (presiden sebagai kepala negara)," demikian analisa Andi. 

Informasi gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa pertama dilontarkan Agus Harimurti Yudhoyono. 

Ia mengaku mendapatkan informasi lengkap dari petinggi di level pusat dan daerah. Dalangnya diduga Moeldoko. 

Moeldoko tidak secara tegas membantah. Ia hanya mengatakan bahwa dirinya adalah ornag di luar partai. 

Selain itu dia meminta agar AHY dan petinggi Demokrat lain tidka terbawa perasaan menghadapi dinamika yang melanda Demokrat.