Sidang Praperadilan Polrestabes Surabaya, Ahli Pidana: SP3 Tidak Boleh Tabrak Undang-undang

kuasa hukum pemohon praperadilan/RMOLJatim
kuasa hukum pemohon praperadilan/RMOLJatim

Dosen Hukum Pidana Universitas Bhayangkara, Dr. Solahudin, SH, MH dihadirkan sebagai ahli atas gugatan permohonan praperadilan yang diajukan David (49), Warga Jalan Kenjeran Surabaya.


Praperadilan tersebut diajukan untuk melawan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) Nomor S.P/70/II/RES.1.8/2021/Satreskrim, yang ditandatangi Kapolrestabes Surabaya tertanggal 10 Februari 2021 terkait kasus pencurian yang disertai dengan ancaman kekerasan dan perampasan kemerdekaan, dengan terlapor Hendrawan Teguh dkk.

Dihadapan hakim tunggal praperadilan, IGN Bhargawa, Solahudin memaparkan secara umum tentang syarat sahnya SP3. 

"Dalam menangani sebuah perkara apabila penyidik sudah menemukan dua alat bukti, maka penyidik tidak diperbolehkan menghentikan penyidikan perkara tersebut," terang Solahudin dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat menjawab pertanyaan secara ilustrasi dari kuasa hukum pemohon praperadilan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (8/4).

"Kalau dihentikan maka penyidik tidak menemukan dua alat bukti yang sesuai kriteria KUHAP yakni berupa surat dan juga saksi atau bukti petunjuk yakni keterangan ahli,” sambung Solahudin.

Terkait keterangan ahli saat dalam proses penyidikan, masih Solahudin, bukanlah suatu yang mutlak harus dilakukan karena keterangan ahli nantinya hakim yang akan menentukan. 

"Jadi ahli ini cukup didatangkan saat dalam persidangan," terangnya.

Sedangkan terkait alat bukti, Solahudin mengatakan, harus ada dua alat bukti valit dan relevan. 

"Pengertian valit disini adalah kapan dan bagaimana cara memperoleh alat bukti. Dan relevan adalah yang dijadikan bukti harus berhubungan langsung dengan delik yang disangkakan," jelasnya.

Lebih lanjut Dosen fakultas hukum Universitas Bhayangkara ini menyatakan, 

untuk menentukan suatu peristiwa ada unsur pidana atau tidak, maka penyidik harus menguasai penalaran hukum dan logika hukum.

"Bernalar dan berlogika hukum ini menjadi penting dikuasai oleh penyidik sebab rumusan suatu undang-undang banyak dirimuskan sedemikian rupa tapi penjelasannya cukup jelas," bebernya.

"Padahal penegak hukum pun tidak jelas maka harus mampu menguasai penalaran dan logika hukum atau rumusan norma tersebut," sambungnya.

Apakah suatu perkara bisa dilakukan penghentian penyidikan? Menurut Solahudin, suatu tindak pidana bisa dihentikan penyidikan dengan ketentuan undang-undang. Diantaranya, bukan merupakan tindak pidana dan tidak cukup bukti sert demi hukum.

“Demi hukum ini maka harus dibuktikan misalnya pelaku meninggal dunia. Hanya tiga alasan itu penyidik bisa menghentikan perkara,” ujarnya.

Usai sidang Andry Ermawan menyatakan, dari keterangan ahli sudah jelas menyatakan bahwa adanya dua alat bukti cukup maka perkara tidak boleh dihentikan.

“Selain itu ahli tadi juga sudah menjelaskan bagaimana unsur sebuah kekerasan yang mana itu dialami oleh klien kami sehingga unsur adanya tindak kekerasan tersebut sudah bisa dibuktikan,” tandasnya.

Dengan adanya keterangan ahli ini, Andry berharap agar penyidikan yang dilaporlan kliennya yakni nomor LP/B546/VI/RES.1.8/2020/Jatim/Restabes SBY tertanggal 13 Juni 2020 bisa diproses kembali dan ditetapkan Tersangka.

Diberitakan sebelumnya, Permohonan praperadilan ini diajukan untuk melawan SP3 yang diterbitkan Kapolrestabes Surabaya tertanggal 10 Februari 2020, terkait tindak pidana pencurian yang disertai dengan ancaman kekerasan dan perampasan kemerdekaan yang diduga dilakukan Hendrawan Teguh dkk.

Tindak pidana tersebut terjadi pada 12 Juni 2020 lalu sekitar pukul 14.00 WIB. Saat itu rumah pemohon praperadilan (David) didatangi oleh beberapa orang diduga atas perintah termohon praperadilan. 

Saat mendatangi rumah pemohon praperadilan itu, beberapa orang yang diduga suruhan dari termohon praperadilan menuduh istri David yakni Debora Wirastuti Setyaningsih melakukan penggelapan uang perusahaan. 

Atas tuduhan itu, salah seorang oknum polisi berinisial TH bersama orang yang disinyalir suruhan termohon praperadilan mengambil barang-barang milik pemohon praperadilan dan menyuruh Debora untuk menandatangani kuitansi kosong. 

Selanjutnya orang-orang tersebut juga membawa Debora untuk menunjukkan rumah Fitri, salah seorang karyawan termohon praperadilan. Kemudian, Debora dan Fitri dibawa ke kantor termohon yakni PT Elmi Cahaya Cendikia dan selanjutnya terjadi penyekapan selama beberapa jam. 

Selain menggugat SP3 perkara tersebut, Andry Ermawan dan tim advokat pemohon praperadilan lainnya yakni, Lukas Santoso, Achmad Hayyi, Imam Syafi'i dan Hendra Sasmita telah melaporkan oknum polisi yang terlibat dalam peristiwa pidana ini ke Propam dan ke Kapolri.