Gunakan Metode Unik, Ponpes Nurus Shobah Sembuhkan Pengguna Narkoba dan Gangguan Kejiwaan 

Muhamad Choirul Fu'ad (kiri) pengasuh Ponpes Nurus Shobah bersama salah satu pasien rehabilitasi narkoba/RMOLJatim
Muhamad Choirul Fu'ad (kiri) pengasuh Ponpes Nurus Shobah bersama salah satu pasien rehabilitasi narkoba/RMOLJatim

Pondok Pesantren (Ponpes) Nurus Shobah di Dusun Shobah, Desa Gandri, Kecamatan Pangkur, Ngawi di bawah pengasuh KH. Cholil Imam Nawawi menampung rehabilitasi kecanduan narkoba dan gangguan jiwa atau lebih akrab dikenal dengan sebutan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). 


Muhamad Choirul Fu'ad putra bungsu KH. Cholil Imam Nawawi menyebutkan, pondok pesantren yang ia kelola saat ini memang menerima pasien yang kecanduan obat-obatan terlarang serta narkoba. Selain itu tidak jarang penyandang autis atau keterbelakangan mental plus gangguan jiwa menjadi pasienya.

"Memang kami pengasuh ponpes menerima pasien yang kecanduan narkoba. Selain itu orang autis serta gangguan jiwa menjadi pasien yang harus kami sembuhkan dan itu dilakukan oleh pesantren sini secara turun temurun," terang Muhamad Choirul Fu'ad, Sabtu (17/4).

Beber Fu'ad sapaan akrabnya, selama membuka rehabilitasi di ponpesnya tidak ada satupun pasien yang ia cari atau menawarkan jasa penyembuhan. Sebaliknya, para pasien terutama gangguan jiwa dengan bermacam latar belakangnya mendadak mendatangi Ponpes Nurus Shobah dan terus menetap.

"Rata-rata pasien ODGJ jalanan itu kesini dengan sendirinya seolah ada yang bawa. Sebenarnya tidak ada yang bawa justru atas kemauan mereka sendiri dan kemudian tinggal beberapa saat langsung sembuh," ucapnya.

Teknis penyembuhannya pun cukup unik tanpa perlakuan kasar terhadap pasien. Sejak awal Fu'ad menegaskan, metode penyembuhan dengan kekerasan ia hindari. Pihaknya cukup dengan doa dan pijat saraf ditambah pendekatan hati layaknya anggota keluarganya sendiri. 

Sebab, Ponpes Nurus Shobah, selain menampung pasien kecanduan narkoba dan gangguan jiwa juga menyelenggarakan belajar Islam bagi pasien yang dinyatakan sembuh. Termasuk pengajian salafi, mengaji kitab kuning untuk menelaah ilmu fiqh, tafsir, iqro Al Qur'an, bahu dan bahasa Arab.

Diakuinya, para pecandu narkoba, ODGJ maupun penyandang autis sarafnya sangat lemah. Hal itu terlihat dari pola pikir dan cara mengerjakan sesuatu pekerjaan. Jika mereka mengerjakan sesuatu yang dianggap negatif seolah otot dan sarafnya mendukung. Sebaliknya untuk perilaku positif justru sangat lemah menerima daya rangsang.

"Suatu contoh pasien yang gangguan jiwa ketika mereka kita suruh bekerja misalkan tenaganya sangat lemah. Akan tetapi untuk kegiatan negatif mereka sangat kuat. Seperti inilah metode pendekatan yang sangat diperlukan," tandas Fu'ad.

Untuk pecandu narkoba kata Fu'ad proses rehabilitasi dan metode penyembuhanya sangat singkat. Ia hanya butuh waktu sekitar tiga hari untuk melakukan pengobatan. Setelah itu bisa sembuh total tanpa ketergantungan terhadap narkoba seperti ganja, sabu-sabu maupun obat-obatan terlarang. 

"Ini contoh ada seorang remaja di bawah umur  yang kecanduan narkoba. Karena mereka belum dewasa otomatis tidak bisa ditahan secara fisik justru harus dilakukan rehabilitasi. Masuk ke sini proses rehabilitasinya hanya butuh tiga hari yang bersangkutan sembuh total," jelas Fu'ad.

Menurut Fu'ad, pasien yang menjalani rehabilitasi baik pecandu narkoba maupun ODGJ serta penyandang autis sangat terbatas hanya sekitar 6 orang. Jumlah itu sengaja ia batasi mengingat dalam proses penyembuhannya tanpa memungut biaya dari pihak keluarga pasien.

"Sangat terbatas (jumlah pasien-red) karena menyesuaikan kemampuan kita. Namun perlakukan mereka disini tidak ada istilah santri atau bagiamana melainkan mereka kita anggap keluarga sendiri. Makan pun mereka semeja dengan kita. Hanya saja saat ini kita butuh legalitas dari pemerintah meskipun sebenarnya ponpes sini sudah ada dan tercatat sejak tahun 1917," ulasnya.

Ris, salah satu pasien narkoba berusia 17 tahun mengakui kecepatan penyembuhan. Kepada Kantor Berita RMOLJatim, Ris menuturkan sejak usia 15 tahun dirinya tersesat dalam pergaulan bebas hingga masuk dalam lingkaran narkoba. 

"Saya ditangkap petugas setelah itu proses hukum. Karena usia saya belum dewasa terpaksa harus menjalani rehabilitasi. Oleh keluarga, saya diarahkan ke ponpes sini untuk menjalani rehabilitasi. Disini saya menemukan jati diri dan merasa tenang tentunya kapok untuk pakai obat-obatan apalagi sampai kembali lagi ke jalan sesat," kupas Ris.