Kasus Pencurian Solar Pertamina Di Tuban Harusnya Diterapkan Pidana Korupsi, Forsak Desak KPK Dilibatkan

Kapal MT Putra Harapan saat melakukan pencurian 21 ton solar Pertamina digagalkan Polairud Mabes Polri/Ist
Kapal MT Putra Harapan saat melakukan pencurian 21 ton solar Pertamina digagalkan Polairud Mabes Polri/Ist

Gerakan Moral Forum Santri Anti Korupsi (GM Forsak) mendesak penuntasan pengusutan kasus pencurian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar milik Pertamina sebanyak 21,5 ton di wilayah Tuban, Jawa Timur yang ditangani oleh Ditpolairud Korpolairud Baharkam Polri yang diduga melibatkan oknum anggota DPR RI.


Bahkan GM Forsak meminta penyidikannya dilakukan secara terbuka dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Yang pertama semua sudah cukup jelas dari tempat kejadian peristiwa yang berada di wilayah obyek vital nasional perairan Tuban yang tentu pengamanannya sangat ketat dan ini sangat tidak mungkin kalau tidak melibatkan orang dalam serta yang bertanggungjawab atas lokasi obyek vital nasional dalam kuasa Pertamina," kata Ketua Pembina GM Forsak, Tjetjep Mohammad Yasien dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (25/4) 

Yang kedua, lanjut pria yang akrab disapa Gus Yasin, BBM yang dicuri adalah BBM milik negara yang tentu masuk dalam keuangan negara. Sehingga sudah seharusnya terhadap pelaku diterapkan pasal korupsi. 

"Dari data di Kementerian Perhubungan diketahui kapal yang dipergunakan adalah kapal MT Putra Harapan TPK: 1982 HHa No. 527/L, yang terdaftar atas nama PT Hub Maritim dengan No. RPK AL.103/2000/71222/67846/20, yang tentu polisi dengan sangat mudah mampu melacak pemiliknya yang diduga infonya oknum anggota DPR RI," ujarnya.

Ditambahkan Gus Yasin, dari penelusuran rekam jejak PT Hub Maritim yang berhubungan dengan pencurian solar, polisi sesungguhnya dengan mudah bisa mendapatkan bukti putusan Pengadilan Militer III-12 Surabaya tanggal 4 Juni 2020. 

"Semua sudah sangat cukup jelas. Karena itu menjadi aneh kalau atas kasus pencurian BBM jenis solar milik Pertamina sebanyak 21,5 ton di wilayah Tuban, tidak diterapkan pidana korupsi," imbuhnya.

Senada, Ketua GM Forsak, Ahmad Fahmi menilai penyidik Ditpolairud Korpolairud Baharkam Polri kurang terbuka dalam tindak lanjut perkembangan penyidikan yang seharusnya secara logika sederhana karena lokasinya berada di obyek vital nasional. 

"Karena kejahatannya di obyek vital nasional, sehingga tidak mungkin kejahatannya tidak melibatkan orang berkuasa Pertamina,” kata Fahmi.

Sebelumnya Fahmi menguraikan, pihaknya mendengar bahwa kapal KM Putra Harapan  yang melakukan pencurian dikabarkan telah dibajak.

"Saya mendengar ada yang ngomong kapalnya dibajak. Mana mungkin ada kapal dibajak dan dipergunakan untuk mencuri BBM solar milik negara. Setelah dibajak dibawa masuk oleh pembajaknya ke obyek vital nasional yang penjagaannya sangat ketat. Kami sudah mendapat info kapal MT Putra Harapan ini sudah berjalan berlayar dari tanggal 3 Mei 2021 menuju perairan Tuban berdasarkan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) dari Syahbandar Pelabuhan Tanjung Perak," lanjutnya.

Dijelaskan Fahmi, bahwa kapal MT Putra Harapan kalau mau berjalan ada peraturannya dan tidak asal jalan.

"Kalaulah sampai dibajak kenapa tidak dilaporkan ke polisi. Mari kita logika dengan logika sederhana, manalah mungkin ada kapal milik swasta yang katanya sedang dibajak, tidak ada hubungan kerja dengan Pertamina bisa masuk dengan mudah ke obyek vital nasional tempat BBM Pertamina yang dijaga ketat," urainya.

Apalagi hal ini berhubungan dengan obyek vital nasioanl yang di dalamnya ada penampungan BBM yang mudah terbakar. Jika sampai bocor bisa menimbulkan dampak yang hebat.

"Nah, di sini kapal KM Putra Harapan posisinya berada di area obyek vital nasioanal milik Pertamina dengan rentang waktu yang cukup lama. Sehingga logikanya tidaklah mungkin bisa terjadi pembajakan," jelasnya. 

Menurutnya, kalau tidak ada komunikasi dengan orang dalam dan yang bertanggungjawab terhadap lokasi obyek vital nasional Pertamina yang ada di perairan Tuban, logika sederhananya komunikasi permufakatan jahatnya tidak mungkin dilakukan oleh mereka-mereka yang ditangkap dan mereka yang melarikan diri. 

"Selain penjagaannya sangat ketat  tentu permufakatannya dilakukan oleh orang kuat yang memilki koneksi kuat dan modal keuangan kuat puluhan miliar bahkan mungkin ratusan miliar,” kata Ahmad Fahmi menduga.

Karena berhubungan dengan obyek vital nasioanal dan keuangan negara, maka dugaan permufakatan pihak pejabat yang bertanggungjawab dan dugaan adanya keterlibatan oknum anggota DPR RI, GM Forsak meminta Presiden dan Kapolri untuk melibatkan KPK dalam penanganan perkaranya.