Permenperin 3/2021 Angin Segar Untuk Petani Tebu Dalam Negeri

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar, Mukhtarudin/Net
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar, Mukhtarudin/Net

Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 3/2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional merupakan jalan tengah di tengah kusutnya tata kelola industri gula Tanah Air. 


"Permenperin itu justru upaya untuk memisahkan tata kelola pergulaan yang selama ini masih berada di wilayah abu-abu atau grey area. Dengan regulasi tersebut, antara pabrik gula rafinasi dan pabrik gula berbasis tebu rakyat akan fokus pada wilayahnya masing-masing," kata anggota Komisi VI DPR RI, Mukhtarudin sebagaimana diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/4).

Mukhtarudin berpandangan, Permenperin tersebut juga sebagai ikhtiar dalam menekan potensi kebocoran yang kerap terjadi selama ini.

"Selama ini kan gula rafinasi hasil impor sering merembes ke pasar. Artinya kondisi demikian justru merugikan para petani tebu kita, mulai dari harga hingga stok gula tebu jadi mengendap," lanjut politisi Partai Golkar ini.

Mukhtarudin mengungkapkan, saat ini harga gula kristal mentah (GKM) impor berkisar Rp 5 ribu sampai Rp 7 ribu per kilogram, dan pabrik gula rafinasi bisa menjual bussiness to bussiness dengan industri berkisar Rp 8 ribu sampai Rp 9 ribu. Sementara, kata dia, HPP tebu sekarang sekitar Rp 9.100 kg dan harga eceran tertinggi gula kristal putih Rp 12.500.

"Jadi, jika pabrik gula berbasis tebu impor GKM Rp 7 ribu/kg dan produksi/jual gula konsumsi (GKP) Rp 12.500/kg, betapa besarnya keuntungan mereka. Permenperin 3 berusaha menghindari ini dengan memaksa pabrik gula (PG) beli tebu dari petani dengan harga yang kompetitif," sambungnya.

Dengan adanya Permenperin tersebut, nantinya pasar gula konsumsi yang dikelola industri PG rafinasi hilang dan diisi oleh produk GKP dari PG berbasis tebu.

"Pasar gula rafinasi yang dikelola oleh PG berbasis tebu hilang dan diisi oleh PG Rafinasi. Fair kan?Inilah keseimbangan yang ingin dicapai oleh Permenperin 3/2021 ini. Jadi, jika ada yang menolak Permenperin 3 berarti pro impor gula dan tidak berpihak pada petani tebu," lanjutnya.

Dengan kata lain, adanya regulasi Permenperin tersebut justru akan menguntungkan para petani dan pabrik gula dalam negeri.

"Para petani tebu cukup antusias. Mereka menganggap ini semacam angin segar. Yang kontra itu saya kira para pendukung skema impor gula yang enggan memperhatikan nasib para petani tebu kita," tandasnya.