Dari Pertemuan Serpong Syukur-syukur Terbentuk Poros Baru Untuk 2024 

Dari kiri ke kanan, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, ekonom senior DR. Rizal Ramli/RMOL
Dari kiri ke kanan, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, ekonom senior DR. Rizal Ramli/RMOL

Dua tokoh oposisi Rizal Ramli dan Gatot Nurmantyo serta Ketua DPD RI LaNyalla Mahmaud Mattalitti, bertemu di Sekolah Insan Cendekia Madani, Serpong, Jumat malam (7/5).


Pertemuan itu juga dihadiri beberapa kekuatan oposisi, seperti Adhie M. Massardi, Ahmad Yani, MS. Kaban, Bachtiar Chamsyah, M. Said Didu, dan Natalius Pigai.

"Pertemuan itu sudah pasti bernuansa politis. Setidaknya ada upaya menghimpun kelompok oposisi untuk mengoreksi pemerintahan Joko Widodo," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga menanggapi pertemuan itu, Sabtu (8/5).

Jelas Jamiluddin, adanya kesadaran memperkuat kelompok oposisi tentu menggembirakan. Sebab, saat ini oposisi yang diperankan Partai Demokrat dan PKS belum cukup kuat untuk "melawan" kekuatan raksasa partai pendukung pemerintah.

"Dengan bersatunya kelompok oposisi, dengan sendirinya menambah amunisi bagi Partai Demokrat dan PKS untuk bersama-sama mengkritisi pemerintah. Hal ini tentunya akan lebih menyehatkan demokrasi di Indonesia, yang belakangan tampak 'meriang'," imbuhnya.

Karena itu, lanjut Jamiluddin, "pertemuan Serpong" diharapkan dapat memperkuat poros oposisi. Partai Demokrat dan PKS selayaknya merespon kehadiran mereka dengan tangan terbuka.

"Kalau semua kekuatan oposisi bersatu, ada kemungkinan terbentuknya poros baru pada Pilpres 2024. Namun untuk sampai ke sana tampaknya banyak jalan terjal yang merintanginya," ujar mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.

Pertama, belum ada tokoh yang dapat mempersatukan semua kekuatan oposisi. Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, dan LaNyalla belum memenuhi kriteria yang dapat mempersatukan kelompok opisisi.

Kedua, adanya keinginan dari tokoh-tokoh oposisi untuk mencalonkan diri pada Pilpres 2014. Kalau di antara mereka tidak ada yang mengalah, maka koalisi kelompok oposisi akan seperti bunga yang layu sebelum mekar.

Ketiga, sulit mencapai ambang batas pencapresan sebesar 20 persen. Kalau hanya mengharapkan dari Partai Demokrat dan PKS, tentu presidential threshold tidak tercapai.

Di lain pihak, pemerintah dan DPR sudah menutup pintu untuk merevisi UU Pemilu. Hal ini dengan sendirinya akan mempersulit kelompok oposisi mengusung calon pada Pilpres 2024.

"Jadi, kalau kelompok oposisi bersatu, diharapkan dapat menjaga demokrasi tetap bersemi di Indonesia. Poros ini dapat menjadi kelompok penekan yang efektif untuk mengawasi jalannya pemerintah sesuai dengan Pancasila dan UUD," demikian Jamiluddin Ritonga dilansir Kantor Berita Politik RMOL.