KPK Tidak Akan Hentikan Kasus Harun Masiku

Harun Masiku/Net
Harun Masiku/Net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan menghentikan proses hukum terhadap mantan Caleg PDIP, Harun Masiku yang saat ini menjadi buronan.


Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri saat disinggung soal pencarian terhadap Harun yang hingga 16 bulan ini tak kunjung tertangkap.

Pada pada 9 Januari 2020 lalu, Harun Masiku ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Dapil Sumsel 1.

"Perlu kami tegaskan, penghentian penyidikan ataupun penuntutan oleh KPK tidak mudah dan seketika, namun perlu pertimbangan matang dan kajian yang dalam lebih dahulu," ujar Ali dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (12/5).

Penghentian penyidikan membutuhkan bukti yang cukup sesuai dengan UU. Yaitu, tidak cukup bukti, bukan tindak pidana atau demi hukum.

Sehingga, kata Ali, terhadap perkara Harun, KPK memastikan sudah memiliki alat bukti yang kuat. Apalagi, tiga orang yang juga ditetapkan tersangka bersama Harun telah terbukti dakwaannya.

Ketiga orang yang dimaksud itu adalah Wahyu Setiawan selaku mantan Komisioner KPU, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Caleg PDIP, dan Saeful Bahri selaku kader PDIP.

"Perkara dengan tersangka HAR (Harun Masiku) dalam perspektif alat bukti sudah cukup terlebih dengan telah terbuktinya dakwaan kawan peserta dalam dugaan perbuatan tersangka HAR ini," pungkas Ali.

Penghentian penyidikan atau biasa dikenal sebagai Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) telah diatur di dalam Pasal 40 UU 19/2019. Dalam Pasal tersebut, KPK dapat menghentikan penyidikan penuntutan jika penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu selama 2 tahun.

Dalam perkara ini, Wahyu Setiawan telah divonis bersalah menerima suap dari Harun Masiku melalui dua kader PDIP, Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina.

Wahyu divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (31/8).

Wahyu dijatuhi hukuman 6 tahun pidana penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima suap sebesar 19 ribu dolar Singapura dan uang sebesar 38.500 dolar Singapura atau seluruhnya setara dengan Rp 600 juta.

Pemberian uang tersebut bertujuan agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAW anggota DPR RI fraksi PDIP dari Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Wahyu juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi yaitu menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo selaku Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.